TEMPO.CO, Semarang - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie menilai pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak tahun ini yang paling rumit adalah pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya. “Agak rumit, karena daerahnya adalah Surabaya. Kemudian Bawaslu di sana juga sedang terkena kasus pidana,” kata Jimly di Semarang, Jumat, 4 September 2015.
Jimly menyatakan DKPP memang sudah menerima laporan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang dilaporkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Demokrat. Laporan ini menyusul keputusan penyelenggara pemilu Komisi Pemilihan Umum Surabaya yang tak meloloskan salah satu bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya. Saat ini DKPP masih melakukan verifikasi atas laporan itu.
Bahkan, ucap Jimly, DKPP akan terlebih dulu memberikan kesempatan penyelesaian sengketa di Surabaya itu melalui mekanisme penyelesaian di Bawaslu. “Maka laporan-laporan dari Surabaya kami hold dulu,” ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini khawatir, jika DKPP langsung menangani, proses penyelenggaraan pilkada di Surabaya akan terganggu. “Jika Panwaslu dan KPU (Surabaya) dipanggil-panggil terus, bisa mengganggu waktu mereka,” tutur Jimly. Apalagi proses penyelesaian di DKPP tidak ada batas waktu kedaluwarsa. Jimly tak ingin DKPP diperalat ikut menentukan proses, kecuali memang sangat terpaksa.
Dalam pelaksanaan pemilu serentak tahun ini, DKPP sudah menerima 20 laporan dari berbagai daerah di Indonesia. Jimly optimistis pilkada serentak tahun ini akan berjalan lancar. Jika ada persepsi rumit dan sulit, itu karena pilkada serentak baru kali pertama dilakukan di Indonesia. Padahal, kata Jimly, pemilu legislatif dan pemilu presiden juga dilaksanakan serentak. Tapi, Jimly mengakui, tingkat emosi dalam pelaksanaan pilkada lebih tinggi dibanding pemilu tingkat nasional.
Sebelumnya, pilkada Kota Surabaya nyaris ditunda karena hanya diikuti satu pasangan calon, yakni pasangan Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Setelah pendaftaran diperpanjang kali kedua, pasangan Risma-Wisnu menemukan lawannya, yakni pasangan Rasiyo-Dhimam Abror. Mereka diusung Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional. Namun pencalonan Dhimam, yang diplot sebagai calon Wakil Wali Kota Surabaya, dianulir KPU Surabaya, karena Dhimam tak melengkapi persyaratan. Kini Demokrat-PAN akan mencoba mendaftar lagi dengan mencari pengganti Dhimam.
ROFIUDDIN