TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo tampak berhati-hati ketika menanggapi pertanyaan terkait dengan kasus yang menimpa Direktur Utama PT Pelindo II R.J. Lino. "Saya belum menerima laporan lengkap soal itu. Jadi saya tidak ingin bicara terlalu maju soal Pak Lino dan kasus itu," kata Presiden setelah pertemuan dengan sejumlah editor ekonomi dari berbagai media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin sore, 31 Agustus 2015.
Meski demikian, Presiden mengatakan aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait harus membedakan tindakan yang merupakan aksi korporasi dan kebijakan, dengan tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana yang merugikan keuangan negara. "Kan beda antara aksi korporasi atau kebijakan dan maling yang ambil duit untuk kantongnya," kata Presiden. "Aksi korporasi itu bisa untung dan bisa rugi. Perencanaan itu bisa akurat dan bisa meleset. Ujungnya memang rugi, tapi itu harus dibedakan. Tapi ini bukan bicara kasus Pak Lino."
Presiden mengakui persepsi itu masih belum sama di antara para penegak hukum. Itu sebabnya, katanya, para pimpinan lembaga itu akan dikumpulkan di Istana Bogor untuk menyamakan persepsi. "Kalau aksi korporasi yang rugi dianggap pidana, nanti semua direktur bank itu masuk penjara."
Bareskrim menggeledah kantor PT Pelindo II di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok pada Jumat, 28 Agustus 2015. Penyidik juga menggeledah ruangan Lino yang terletak di lantai gedung IPC untuk mencari bukti-bukti penyalaahgunaan pengadaan sepuluh alat bongkar muat atau crane di perusahaan tersebut. (Baca: Gusar, RJ Lino Ancam Jokowi, Rini Soemarno Telepon Kapolri)
Bareskrim menjadwalkan pemeriksaan Lino pekan depan. "Kami akan minta keterangan dia terkait temuan saat penggeledahan," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak melalui pesan singkat, Sabtu, 29 Agustus 2015.
Dari hasil geledah, penyidik mengangkut 26 bundel dokumen, di antaranya audit internal dan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dengan laporan kinerja Lino. Tak hanya itu, mereka juga menyegel satu unit harbour mobile crane (HMC) milik Pelindo II/IPC yang dioperasikan di Dermaga 002, Pelabuhan Tanjung Priok.
Crane yang dibeli Pelindo seharusnya disebar ke delapan pelabuhan: Bengkulu, Jambi, Teluk Bayur, Palembang, Banten, Panjang, dan Pontianak. Namun hingga kini crane beserta simulator dibiarkan menganggur. Bareskrim menaksir kerugian negara mencapai Rp 54 miliar.
Y. TOMI ARYANTO