Nurpana menjelaskan, kemarau yang panas disertai hembus angin kencang membuat kebakaran yang terjadi Sabtu 29 Agustus siang hanya terlokalisir di satu titik merembet ke wilayah sekitarnya dengan cepat sampai Sabtu petang sekitar pukul 21.00 WIB.
Dari pemantauan tim dibantu warga setempat, dampak kebakaran itu membuat alat deteksi dini (Early Warning System) milik Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi di jalur banjir lahar dingin Kali Putih ikut terdampak. "Tapi kami belum tahu alat itu ikut rusak terbakar atau tidak," ujarnya.
Dalam upaya pemadaman kebakaran di lereng Merapi ini, petugas mengerahkan setidaknya 10 ribu liter air untuk membantu pemadaman. Nurpana menuturkan, seperti kasus di Merbabu, diduga kuat penyebab kebakaran di lereng Merapi kali ini juga akibat kecerobohan manusia.
"Ini bukan jalur pendakian, bukan pula sebab erupsi atau gesekan ranting, kemungkinan untuk persiapan mencari ladang rumput hijau saat penghujan nanti," ujarnya.
Koordinator Perlindungan Taman Nasional Gunung Merbabu, Kurnia Adi Wirawan atau disapa Wawan menuturkan, kebakaran lereng Merapi tak ada kaitannya sama sekali dengan peristiwa Merbabu. "Kebakaran di Merbabu sudah padam sejak sepekan lalu, tak ada kaitan apa-apa dengan peristiwa di Merapi," ujarnya.
Balai Taman Nasional Merbabu sendiri sampai sekarang belum ada rencana membuka jalur pendakian akibat kebakaran yang meludeskan lahan sekitar 60 hektare selama Agustus ini.
"Mungkin dua sampai tiga bulan lagi jalur pendakian baru akan kami buka, masih butuh sterilisasi untuk memulihkan kawasan bekas terbakar, termasuk jalur pendakian," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO.