TEMPO.CO, Magetan - Tak kurang dari 140 hektare lahan dan hutan di Gunung Lawu wilayah kerja Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Lawu Dan Sekitarnya (DS) terbakar selama enam hari, sejak Ahad malam hingga Jumat pagi, 28 Agustus 2015.
Kebakaran itu diduga kuat akibat ulah para pencari madu yang menggunakan api untuk mengusir lebah. Prediksi lainnya karena ulah pendaki gunung yang meninggalkan api unggun sebelum bara benar-benar padam.
"Kami masih menyelidikinya," kata juru bicara Perum Perhutani Lawu DS, Eko Santoso.
Menurut dia, upaya mencari tahu penyebab kebakaran bukan menjadi prioritas yang dilakukan saat ini. Personel dari Perhutani, Polri, TNI, masyarakat, relawan, Pemerintah Kabupaten Magetan dan Pemerintah Kabupaten Ngawi masih fokus memadamkan api dan mengantisipasi kebakaran kembali terjadi.
Hingga menjelang siang, ia melanjutkan, api masih berkobar di lahan seluas satu hektare, tepatnya di petak 73 Bagian Kesatuan Pemangku Hutan Lawu Selatan yang masuk wilayah Magetan. Sebanyak 300 orang dari berbagai pihak dikerahkan memadamkan api dengan cara tradisional, yakni memukul-mukulkan batang tanaman ke titik api agar tidak merambat.
Eko mengatakan petugas juga membuat ilaran atau parit dengan lebar empat meter untuk mengantisipasi api menjalar ke tegakan kayu pinus yang merupakan produksi Perhutani di lereng Gunung Lawu. "Ilaran dibuat di wilayah BKPH Lawu Selatan dan BKPH Lawu Utara (masuk wilayah Ngawi)," ucap dia kepada Tempo.
Disinggung tentang kerugian akibat kebakaran hutan, ia mengaku belum bisa melakukan penghitungan. Selain masih fokus memadamkan api dan mengantisipasi kebakaran susulan juga karena belum adanya laporan tanaman produksi yang ikut terbakar. "Untuk sementara baru alang-alang dan tanaman perdu yang terbakar," ucap Eko.
Sementara itu, kebakaran hutan di lereng Gunung Lawu mengakibatkan jalur pendakian ditutup untuk sementara waktu. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Magetan Agung Lewis mengatakan penutupan jalur pendakian itu untuk menghindari para pendaki menjadi korban. "Karena potensi kebakaran hutan masih cukup tinggi saat angin kencang seperti sekarang," ujar Agung.
NOFIKA DIAN NUGROHO