Di luar itu, KPK secara khusus memelototi pemilihan di sepuluh wilayah. Daerah tersebut adalah Surabaya, Jambi, Palangkaraya, Banjarmasin, Padang, Tanjung Pinang, Manado, Bengkulu, Palu, dan Tanjung Selor. Kesepuluh daerah dipilih secara acak. KPK akan mengkaji perbedaan pemilihan kepala daerah yang dipantau langsung oleh personelnya dengan yang sebaliknya. “Kami turut mengawal proses pilkada serentak agar bebas korupsi,” kata Pandu. “KPK harus turun tangan.”
Anggota Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay gembira KPK ikut mengawasi pilkada. “Pekerjaan ini tak kecil dan kami membuka diri kepada banyak pihak untuk memantau,” tuturnya. Dia meyakini peran aktif KPK bisa meningkatkan kualitas pemilihan kepala daerah.
Menurut Hadar, kecurangan berpotensi muncul antara lain lantaran minimnya anggaran penyelenggaraan. Apalagi saat ini anggaran pilkada baru cair separuhnya dari total Rp 5,5 triliun. “Sampai saat ini masih ada daerah yang anggarannya tidak bisa terjamin turun 100 persen,” ucapnya. Anggota KPU daerah berpotensi main mata dengan calon kepala daerah inkumben bila anggarannya tersendat.
Adapun peneliti dari Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menyoroti maraknya mahar. Menurut dia, mahar bisa dipungut “prabayar” dan “pascabayar”. Dia mencontohkan kasus Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Sebastian Salang yang dimintai sejumlah uang oleh partai saat akan maju sebagai calon Bupati Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Dengan adanya mahar, Donal mengatakan kepala daerah terpilih kelak bakal berfokus mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan untuk partai selama pemilihan. Belum lagi dalam kampanye nanti. “Potensi politik uang akan sama besarnya di pileg dan pilpres,” ujarnya. “Lembaga penegak hukum harus bergerak.”
Selanjutnya >> Catatan Hitam Calon Kepala Daerah