TEMPO.CO, Malang - Puluhan orang berdiri meriung di Taman Merbabu Kota Malang, Jawa Timur. Sejumlah musisi lalu menabuh jimbe dan memetik gitar, mereka menyanyikan lagu bertema alam dan lingkungan. Seorang penyair lantas berbaur, membacakan puisi mengenai lingkungan.
Mbah Tarjo, nama si penyair, lalu menari dan merapal doa. Dia mewakili harapan proyek revitalisasi yang sedang berjalan atas Hutan Kota Malabar yang berjarak sepelemparan baru dari taman itu dihentikan. "Hutan ini diwariskan untuk anak cucu," katanya, Ahad 23 Agustus 2015.
Bersama istrinya, Mbah Tarjo melanjutkan berdoa dan menari dengan iringan jimbe dan gitar akustik. Pementasan sore itu dituntaskan Mbah Tarjo dengan melepas sepuluh ekor buru pleci sebagai simbol Hutan Kota Malabar sebagai habitat aneka burung.
Mbha Tarjo dan isteri tergabung dalam kelompok musisi, penyair, penari dan perupa yang menamakan diri "Muni Sore." Pendiri kelompok itu, Vani Wibisono, mengatakan kalau mereka merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu menyelamatkan Hutan Kota Malabar.
Mereka, kata Vani, sering menggelar pertunjukkan di ruang publik seperti Alun-Alun, Tugu Malang, Taman Merbabu, dan Hutan Kota Malabar. "Kami kehilangan tempat berekspresi," ujarnya.
Dalam aksinya itu, mereka mengajak masyarakat untuk menyuarakan penyelamatan Hutan Kota Malabar. Warga diminta menulis harapannya atas Hutan Kota Malabar di atas kertas putih. Mereka juga bergerak mengelilingi hutan kota itu yang sudah dipagari seng dengan ra[at.
Usai berjalan keliling, mereka menerobos pintu seng masuk ke dalam Hutan Kota Malabar. Tidak lama karena mereka segera dihalau lagi oleh dua orang berbadan gempal, bertato.
Sebelumnya, sejumlah penggiat lingkungan hidup juga menolak pembangunan di Hutan Kota Malabar. Secara ekologis Hutan Malabar berfungsi menyerap air hujan, mencegah banjir dan menyediakan oksigen. Selain juga menjadi habitat berbagai jenis burung, tupai dan satwa lainnya.
Mereka khawatir jika terjadi alih fungsi lahan akan mengurangi fungsi ekologis Hutan Kota Malabar. "Ruang Terbuka Hijau yang tersisa di Kota Malang seluas 2,5 persen dari luas Kota Malang 110,6 kilometer persegi," kata satu penggiat itu, Bachtiar Djanan.
Menanggapi protes-protes itu, Wali Kota Malang Mochamad Anton memastikan tak ada alih fungsi hutan menjadi taman. Dia mengatakan, pembangunan justru akan mengoptimalkan fungsi Hutan Kota Malabar dengan menyediakan kolam dan taman bermain anak.
"Proses pembangunannya minim pengerasan dan tak ada penebangan pohon," ujarnya sambil menambahkan anggaran revitalisasi sebesar Rp 2,5 miliar didapat dari tanggungjawab sosial perusahaan swasta. "Hutan Malabar akan menjadi bersih dan layak untuk kegiatan publik," katanya menjanjikan.
EKO WIDIANTO