TEMPO.CO, Yogyakarta - Ahad malam, 2 Oktober 1988, Sri Sultan Hamengku Buwono IX berpulang di Washington, DC, Amerika Serikat. Kabar meninggalnya Sultan belum sampai ke Keraton, tapi banyak orang melihat kemunculan secara tiba-tiba pelangi aneh, teja bathang, di atas kompleks kerajaan pada pagi hari.
Benar saja, tak lama setelah kemunculan pelangi itu, kabar tentang kepergian Sultan sampai ke Yogyakarta. "Rupanya kemunculan teja bathang suatu pertanda dari alam," kata Romo Tirun. "Tanda Keraton akan kehilangan rajanya."
Persiapan pemakaman pun dilakukan dengan lekas, dari upacara di Keraton sampai pemakaman. Ada yang menarik saat iring-iringan jenazah Sultan menuju permakaman. Saat itu Slamet, kuda Ngarso Dalem yang sering diajak blusukan, mengekor persis di belakang kereta Pralaya.
Pelananya dibiarkan kosong tanpa ada yang mengendalikan. Meski begitu, terlihat seolah-olah ada yang mengendalikan kuda hitam ini. Langkah kuda kekar itu sungguh seirama dengan berjalannya kereta yang membawa jenazah Sultan menuju tempat peristirahatan terakhir.
Setelah Hamengku Buwono IX mangkat pun banyak orang mengatakan melihat penampakan Sultan di Parangkusumo. Tak sedikit warga melihat sosok mirip Ngarso Dalem sedang mengendarai mobil berwarna merah tanpa kap di pantai. Setelah mengitari bibir pantai beberapa kali, Sultan mengarahkan mobilnya ke laut dan, blushh..., Sultan masuk ke laut selatan.
"Sewaktu saya kecil, bapak dan orang-orang tua sering memperbincangkan soal itu. Sekarang sudah ndak ada lagi yang lihat," ujar Ali, 39 tahun, Komandan Search and Rescue Pantai Parangtritis. Ali adalah anak Raden Panewu Surakso Tarwono, kuncen Pantai Parangkusumo saat Sultan IX masih hidup.
Tim Tempo
Baca juga:
Kisah Sultan: Saat Bertemu Nyi Kidul pada Bulan Purnama (1)
Kisah Sultan: Saksi Lihat Dia Masuk Laut Pakai Mobil (2)
Kisah Sultan: Kisah Keris dan Bisikan Gaib Soal Belanda (3)
Kisah Sultan: Bertemu Roro Kidul di Parangkusumo? (4)