TEMPO.CO, Makassar - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat kembali menolak berkas perkara tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen administrasi kependudukan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad. "Kemarin sudah kami serahkan ke penyidik kepolisian," kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Muhammad Yusuf, Jumat, 21 Agustus.
Yusuf berujar, berdasarkan hasil gelar berkas perkara di Kejaksaan Agung, penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat belum melengkapi petunjuk jaksa peneliti. Bekas Kepala Kejaksaan Negeri Bulukumba ini menolak membeberkan petunjuk yang dimaksud.
Namun, menurut dia, petunjuk jaksa dalam perampungan berkas perkara yang harus dilengkapi tinggal sedikit. Yusuf menilai petunjuk tersebut bukan hal sulit. Bila itu telah dipenuhi, kasusnya layak diajukan ke pengadilan. "Tidak bisa kami ungkapkan ke publik."
Sebelumnya, Yusuf menuturkan hal yang paling urgen dari petunjuk jaksa adalah penyidik diminta mengkonfrontasi keterangan Feriyani Lim, tersangka lain dalam kasus ini, dengan saksi bernama Sukriansyah Latif. Alasannya, ada beberapa perbedaan keterangan di antara keduanya soal peran Abraham sehingga perlu diluruskan.
Selain berkas Abraham, berkas Feriyani Lim dikembalikan. Keduanya diduga telah melakukan pemalsuan dokumen kependudukan dan dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 dan Pasal 266 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan serta Pasal 93 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Pengembalian berkas perkara itu merupakan kali keempat. Pertama kali jaksa mengembalikan pada 6 Mei 2015. Selanjutnya pada 18 Juni 2015, 28 Juli 2015, dan 20 Agustus 2015.
Perkara yang menjerat Abraham bermula pada laporan seorang warga yang mengatasnamakan diri sebagai pemerhati KPK-Polri, Chairil Chaidar Said, ke Markas Besar Kepolisian RI. Laporan itu kemudian diserahkan ke Polda Sulawesi Selatan dan Barat, yang selanjutnya menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka.
Feriyani adalah orang yang diduga mendapat bantuan dari Abraham untuk dibuatkan kartu keluarga dan kartu tanda penduduk ketika mengurus perpanjangan paspor di Makassar pada 2007.
AKBAR HADI