TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meminta pedagang ayam mengurungkan aksi mogok yang rencananya dimulai besok, Kamis, 20 Agustus 2015 pukul 12.00 WIB. “Jangan mogok. Enggak menyelesaikan masalah kalau mogok,” kata dia di Bandung, Rabu, 19 Agustus 2015.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan, masih mengupayakan agar pedagang mengurungkan ancaman mogoknya itu. “Kita terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat, dengan para produsen supaya tidak mogok. Kita cari penyebabnya,” kata Aher.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Fery Sofwan Arif mengatakan, bersama Bulog masih mempersiapkan Operasi Pasar daging ayam mengantisipasi pedagang mogok. “Tunggu besok pagi. Kami upayakan, pemerintah tugasnya mengupayakan semaksimal mungkin. Karena mogoknya jam 12 siang, masih ada waktu,” kata dia.
Fery mengatakan, instansinya akan mempertemukan perwakilan pedagang ayam, dengan peternak untuk mencari solusi. Pertemuan itu rencanaya akan dilakukan besok, 20 Agustus 2015, di kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat
Kepala Dinas Peternakan Jawa Barat Doddy Firman Nugraha mengatakan, pasokan ayam saat ini turun hingga 40 persen dari kondisi normal imbas pengurangan produksi saat Lebaran. “Peternak mengurangi produksi antara 50 persen sampai 40 persen,” kata dia di Bandung, Rabu, 18 Agustus 2015.
Doddy mengaku, peternak ayam menjamin pasokan akan kembali normal akhir bulan ini. "Tunggu sampai akhir bulan,” kata dia.
Ketua Perhimpunan Peternak Ayam Nasional (PPAN) Jabar, Herry Dermawan membenarkan pasokan ayam dari peternak turun. “Turunnya sampai 40 persen,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 18 Agustus 2015.
Herry mengatakan, turunnya produksi ayam selepas Lebaran merupakan siklus tahunan. “Siklusnya memang seperti itu. Ditambah sekarang pedagang bakso sudah pakai daging ayam gara-gara harga daging sapi mahal,” kata dia.
Menurut Herry, turunnya pasokan ayam saat ini karena produksi ayam yang dimulai sepekan jelang Lebaran lalu tidak maksimal karena pasokan bibit turun. “Ayam umurnya 32 hari, saat H-7 sampai H+7, DOC atau bibit ayam itu sedikit karena Lebaran,” kata dia.
Sejumlah alasan menjadi sebab pasokan bibit seret saat itu, mulai dari karyawan libur hingga transportasi yang terganjal arus mudik dan arus balik. Peternak saat itu memilih mengurangi ayam di kandang. “Dampakya itu sekarang setelah 32 hari, untuk panen antara tanggal 12 Agustus sampai 25 Agustus,” kata Herry.
Herry mengatakan, menutupi minimnya pasokan ayam, sejumlah peternak ada yang memaksa panen sebelum waktunya. “Harusnya setelah 32 hari, ada yang baru 28 hari sudah panen,” kata dia.
Menurut Herry, imbas pasokan ayam dari peternak di Jawa Barat ini juga turut dirasakan Jakarta. Dia beralasan, hampir 40 persen produksi ayam di wilayah Jawa Barat untuk memasok kebutuhan DKI. “Jakarta itu pasar menggiurkan, sehari bisa 1,2 juta ekor ayam,” kata dia.
Herry mengatakan, kendati pasokan seret, harga ayam di peternak masih terhitung normal. “Harga di peternak saat ini paling tinggi Rp 22 ribu per ekor, setelah dipotong dan dibersihkan, harusnya di pasar harganya Rp 34 ribu sampai Rp 35 kilogram itu sudah untung. Tapi ternyata pedagang jualnya Rp 40 ribuan,” kata dia.
Soal pedagang ayam yang memilih mogok, Herry mengaku, peternak malah untung. ”Alhamdulillah, kita bisa panen tepat waktu. Kemarin kita terpaksa panen maju,” kata dia. Aksi mogok pedagang itu memberi waktu bagi peternak untuk mengejar umur panen ayam.
AHMAD FIKRI