TEMPO.CO, Surakarta - Pengusaha periklanan Surakarta, Jawa Tengah, mengeluhkan aturan Komisi Pemilihan Umum yang membatasi kampanye para calon kepala daerah. Mereka khawatir pemilihan kepala daerah tidak memberikan imbas ekonomi, terutama bagi pengusaha periklanan.
Ketua Asosiasi Pengusaha dan Praktisi Periklanan Surakarta Ginda Ferachtriawan meminta KPU meninjau ulang aturan tersebut. "Bagi pengusaha periklanan, pilkada biasanya menjadi salah satu masa panen lima tahunan," katanya, Senin, 17 Agustus 2015.
Ginda menyebutkan, selama ini, pengusaha periklanan selalu menjalin hubungan dengan calon kepala daerah serta partai pengusung. Selain membuat peraga kampanye berupa baliho dan reklame, pengusaha periklanan membuat konsep kampanye. "Mengenai bagaimana membuat desain sehingga terlihat menarik dan tidak monoton," ucapnya.
Dia khawatir pembatasan itu membuat masyarakat kesulitan mengenal calon kepala daerah. "Peraga kampanye merupakan sarana komunikasi bagi para calon dengan masyarakatnya," ujar Ginda. Dia khawatir kondisi itu membuat partisipasi masyarakat dalam pilkada menurun.
Meski demikian, Ginda mengakui, pemasukan pengusaha periklanan dalam pilkada tidak sebesar saat kampanye pemilihan legislatif. "Saat pemilu legislatif, calonnya sangat banyak," tuturnya. Dalam pilkada tahun ini, Surakarta hanya memiliki dua pasangan calon yang akan beradu dalam pemilihan.
Ketua KPUD Kota Surakarta Agus Sulistyo mengatakan KPU memang membuat aturan yang membatasi pemasangan alat peraga kampanye. "Peraga kampanye yang boleh dipasang hanyalah alat yang disediakan oleh KPUD," ucapnya.
Menurut dia, pihaknya telah mengalokasikan anggaran kampanye hingga Rp 600 juta untuk masing-masing calon. Dia yakin alat peraga yang telah disediakan sudah mencukupi kebutuhan para calon agar dikenal masyarakat. "Para calon juga sudah sepakat mengenai hal ini," ujarnya.
AHMAD RAFIQ