TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrahman Ruki mengatakan negara berpotensi tak sehat jika pemberian remisi tak berdasarkan aturan atau undang-undang. Hal ini diungkapkan menanggapi ribuan remisi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada terpidana korupsi.
"Jangan mencampurkan antara pendapat dan aturan yg di dalam undang-undang," kata Ruki di Istana Merdeka, Senin, 17 Agustus 2015.
Ia mengatakan, pemberian remisi sebenarnya harus mengacu pada putusan atau vonis yang diketok hakim. Menurut dia, Kemenkumham harus jeli membaca putusan kasus terpidana karena tak semua vonis memberikan izin pemerintah memberikan remisi.
Jika putusan pengadilan memerintahkan bahwa selama menjalani hukuman terpidana tak berhak diberikan remisi, kementerian tak berhak memberikan dalam bentuk apa pun. Sebaliknya, jika tak dicantumkan ihwal syarat dan ketentuan remisi dalam putusan hakim.
Soal Remisi Dasawarsa, Ruki mengatakan keputusan pemberian hanya didasarkan pada penilaian Kemenkumham terhadap perilaku terpidana.
"KPK hanya melihat vonisnya bagaimana, kalau tak bisa diberikan remisi, kami akan ikuti," kata Ruki.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan sudah memberikan remisi kepada 1.938 narapidana kasus korupsi. Pemberian remisi ada dua kategori yaitu remisi umum dan remisi dasawarsa. Jumlah tersebut hanya sebagian dari total sebanyak 2.802 nama koruptor yang bakal diberikan remisi.
REZA ADITYA