TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengalami gagap jabatan sehingga sudah mengeluarkan sejumlah pernyataan kontroversial meski baru dua hari menjabat. “Dari seorang pengamat jadi pembantu presiden,” kata Yunarto saat dihubungi, Sabtu, 15 Agustus 2015.
Yunarto berujar, sebagai menteri kordinator, Rizal harus pandai melakukan koordinasi dengan para menteri teknis yang ada di bawahnya. “Bukan hanya melakukan kritik saja,” ucapnya.
Meski sebelum menjadi menteri Rizal banyak mengkritik dan menilai kinerja pemerintah, Yunarto mengingatkan agar Rizal melepas perannya sebagai pengamat. Bila ada hal yang tidak beres dalam pekerjaan kementerian, baik itu yang ada di bawah koordinasinya maupun bukan, sebaiknya Rizal menyelesaikannya secara internal. “Ya, koordinasikan di dalam, jangan malah dibawa ke luar. Kalau jadi pengamat, silakan saja komentar banyak hal. Tapi sekarang kan jadi pembantu presiden,” ujarnya.
Rizal, tutur Yunarto, adalah orang yang memiliki pengalaman. Ia yakin pengalaman Rizal di berbagai jabatan bisa memberikannya nilai lebih dalam melakukan berbagai tugas sebagai Menko Kemaritiman. “Tapi harus diingatkan, sebagai menteri koordinator, harus pintar koordinasi dengan menteri teknis, jangan malah kritik terus,” tuturnya.
Sebelumnya, Rizal, yang dilantik pada Rabu, 12 Agustus 2015, untuk menggantikan Indroyono Soesilo sebagai Menko Kemaritiman, sudah mengeluarkan beberapa pernyataan kontroversi.
Pernyataan pertama Rizal adalah merevisi target pengembangan listrik 35 ribu megawatt. Ia mengatakan target itu tidak realistis karena sedang terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pernyataan Rizal ditentang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Dia berkukuh tidak akan merevisi target tersebut. Pemerintah sebelumnya sudah menghitung bahwa target tersebut adalah proyeksi kebutuhan listrik nasional hingga 2019.
Pernyataan kedua Rizal tentang pembelian 30 pesawat Garuda Indonesia. Menurut dia, rencana pembelian 30 pesawat itu harus ditunda, dengan alasan tidak ingin Garuda bangkrut. Maskapai pelat merah ini diketahui meminjam duit US$ 44,5 miliar untuk memboyong burung besi Airbus A350 buatan Prancis itu.
Rizal juga menuturkan pesawat itu hanya cocok digunakan untuk penerbangan ke Amerika dan Eropa. Sedangkan tingkat keterisian penumpang Garuda Indonesia pada rute itu hanya 30 persen.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno berang atas pernyataan Rizal yang dinilai kelewat batas tersebut. Sebab, Kementerian BUMN berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, bukan Kemenko Kemaritiman. "Jangan ada yang mencampuri Garuda di luar Kemenko Perekonomian," ucap Rini.
Pernyataan Rizal terakhir tentang proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Rizal, yang menjabat penasihat ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa, menduga ada kepentingan bisnis pribadi pejabat dalam “perang” proposal pengadaan kereta api cepat yang sedang diperebutkan antara Jepang dan Cina tersebut.
Namun, menurut mantan Menko Perekonomian yang kini menjabat Kepala Bappenas, Sofyan Djalil, lamaran Jepang dan Cina sedang dinilai konsultan independen. Ditargetkan, nama pemenang sudah keluar akhir Agustus mendatang.
MITRA TARIGAN