TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kalangan menilai target-target ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 yang dibacakan Presiden Joko Widodo kemarin terlalu ambisius. Asumsi-asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs, dan penerimaan, sulit tercapai mengingat ekonomi global sedang lesu.
Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada tak yakin terhadap target pertumbuhan ekonomi setelah melihat realisasi anggaran semester pertama tahun ini masih rendah. “Belum ada terobosan dalam penyerapan anggaran,” ucapnya, Jumat, 14 Agustus 2015.
Dalam catatan Kementerian Keuangan per akhir Juli 2015, penyerapan anggaran semua kementerian dan lembaga baru Rp 261 triliun atau 32,8 persen dari yang ditargetkan dalam APBN Perubahan. Sementara itu, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi 5,5 persen. Hingga kuartal kedua, ekonomi Indonesia baru tumbuh 4,67 persen.
Tak seperti para ekonom, Jokowi optimistis keadaan dunia membaik menjelang akhir tahun ini sehingga akan menaikkan nilai ekspor. Di dalam negeri, ia akan mendorong pertumbuhan modal tetap bruto dan menaikkan konsumsi nasional.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, komponen utama penopang pertumbuhan adalah daya beli masyarakat dan investasi swasta. Caranya, menaikkan pengeluaran pemerintah untuk membangun infrastruktur. “Transfer ke daerah akan ditambah, agar dampaknya lebih besar,” ujarnya.
Target lain yang dianggap terlalu ambisius adalah inflasi 4,7 persen. Bagi Reza, target itu mustahil, karena laju kenaikan harga dari Juli tahun lalu ke Juli tahun ini (year-on-year) masih 7,24 persen. “Investor, yang diharapkan menanamkan modal, akan melihatnya terlalu optimistis, sehingga malah menganggap pemerintah memberi harapan palsu,” tuturnya.
Dengan segala centang-perenang dan keraguan itu, pidato Presiden tak terlalu direspons pasar. Laju indeks harga saham gabungan kemarin hanya naik tipis 0,02 persen lalu berhenti pada level 4.585,39. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia mencatat, nilai tukar rupiah melemah Rp 13.763 per dolar Amerika Serikat.
Senada dengan Reza, Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang tak yakin terhadap proyeksi kurs Rp 13.400. Sebab, kata dia, saat ini sedang terjadi perang antara yuan Cina dan dolar Amerika Serikat. Begitu juga dengan target pajak yang dipatok Rp 1.565,8 triliun pada tahun depan. Soalnya, hingga semester pertama, dari target Rp 1.489,3 triliun, pemasukan dari pajak baru mencapai 41,7 persen.
ANDI RUSLI | MEGEL JEKSON | SINGGIH SOARES | ADITYA BUDIMAN | PUTRI ADITYOWATI | TRI ARTINING PUTRI | RR ARIYANI