TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pengurus wilayah Nahdlatul Ulama (NU) menggugat hasil muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur. Menurut pengurus PWNU Riau Tarmizi Tohor, ia dan rekan-rekannya sudah mendapat restu KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, KH Hasyim Muzadi, dan KH Abdul Malik Madany sebelum menyatakan sikap menolak hasil muktamar.
"Pesan mereka satu, jangan sampai ada NU tandingan. Tapi kalau mau menggugat proses yang cacat hukum, silakan," kata Tarmizi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2015.
Baca Juga:
Forum Lintas Pengurus Wilayah NU menyatakan sikap menolak hasil muktamar. Mereka juga akan membawa persoalan ini ke pengadilan dan berharap ada keputusan pengadilan agar diadakan muktamar ulang.
Muktamar di Jombang dianggap cacat hukum karena tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU, terutama permasalahan Pasal 19 dalam tata tertib muktamar. Pasal itu mengatur tentang pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum melalui mekanisme secara AHWA dihapus.
Padahal, menurut Tarmizi, penghapusan pasal itu bukan hak tata tertib muktamar, tetapi hak Komisi Organisasi untuk membahas AD/ART sebelum kemudian dibawa ke sidang pleno muktamar.
Belum lagi persoalan laporan pertanggungjawaban ketua umum. Pengurus wilayah tidak diberi kesempatan untuk menanggapi atau memberi catatan dalam LPJ. "Pemimpin sidang hanya nanya ke muktamirin terima atau tolak terus langsung ketok palu," kata Tarmizi. "Ini mengecewakan. Kami minta muktamar ulang."
Tarmizi menegaskan pengurus wilayah tidak menolak ketua umum terpilih, yaitu Said Aqil Siradj. Namun mekanisme pemilihan yang cacat hukum menjadi persoalan.
Dalam muktamar dua pekan lalu, Gus Sholah menjadi salah satu petinggi NU yang mengkritik keras jalannya muktamar yang cacat hukum. Kecewa, ia bahkan memilih mundur dari pencalonan dirinya sebagai Ketua Umum PBNU periode 2015-2020.
INDRI MAULIDAR