Meskipun ingin keraton dan alun-alun utara steril dari pedagang kaki lima dan parkir liar, namun raja Keraton Yogyakarta itu menegaskan tetap akan memberi ruang bagi warga untuk mencari rezeki di kawasan alun-alun asalkan mau mengikuti dan menempati lahan yang disediakan. Yakni di balik trotoar sisi timur dan barat. "Itu toleransi saya, meskipun sebenarnya kawasan (balik trotoar) itu juga sama peruntukannya, bukan untuk berdagang, " ujar Sultan.
Sultan mengatakan, jika area baru yang disediakan itu dirasa kurang luas menampung jumlah pedagang yang ada dan tak meyakinkan bisa terlihat wisatawan, Sultan mengizinkan untuk merobohkan pagar batu pembatas yang mengelilinginya. "Silahkan tembok pekapalan itu dibongkar, sehingga bisa membuat pedagang lebih banyak asal tak sampai trotoar," ujarnya.
Sebelumnya, upaya Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menata Alun Alun Utara pada akhir Juli mendapat perlawanan dari para pedagang kaki lima. Pedagang dan Satuan Polisi Pamong Praja saling klaim dengan menunjukkan surat sakti keraton Yogyakarta. Pedagang membawa surat berstempel pihak keraton Yogyakarta sedangkan pemerintah kota membawa surat perintah Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Dalam surat berkop Gubernur DIY nomor 650/7601 yang ditandatangi pada 27 Juli Sultan menyebutkan bahwa penataan Alun-Alun Utara merupakan bagi dari pertanggungjawaban penggunaan dana keistimewaan. "Alun-alun utara tidak diperkenankan untuk parkir, kaki lima," tulis Sultan dalam surat tersebut.
PRIBADI WICAKSONO