TEMPO.CO, Jakarta - Meski kualitas demokrasi di Indonesia sedikit membaik, masih banyak politik uang terjadi, terutama pada pemilu lalu. Badan Pusat Statistik menemukan praktek itu selama proses penyusunan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2014.
Kepala BPS Suryamin mengaku praktek politik uang seharusnya bisa menjadi salah satu indikator dalam penyusunan IDI. "Namun kita bekerja dengan data lapangan yang bisa kita lihat, sedangkan politik uang ini sulit sekali menemukan buktinya," ujar Suryamin di kantornya hari ini, 13 Agustus 2015.
Meski demikian, ia dan tim ahli penyusun IDI masih bisa menangkap adanya praktek politik uang. Hanya, jumlah yang mereka dapatkan sangat kecil.
"Walaupun hanya sedikit, politik uang ini jadi bukti bahwa membaiknya demokrasi kita masih sebatas prosedural," kata Syarif Hidayat, anggota tim ahli asal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Menurut dia, praktek demokrasi di Indonesia di lapangan masih kurang.
Laporan IDI 2014 menunjukkan Indonesia mengalami kenaikan 9,32 poin ke angka 73,04. Ini pertama kalinya IDI menembus angka 70-an. Padahal, dalam kurun lima tahun terakhir, skor indeks cenderung turun.
BPS menggunakan multi-metodologi dalam IDI 2014. Pada tahap awal, data dikumpulkan lewat coding berita dari surat kabar dan dokumen tertulis di semua provinsi. Mereka kemudian memverifikasinya lewat focus group discussion dan menggalinya lebih lanjut lewat wawancara mendalam dengan narasumber kompeten.
Dalam penyusunan IDI, BPS bekerja sama dengan beberapa instansi, seperti Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Kementerian Dalam Negeri; dan United Nations Development Programme. Mereka juga dibantu tim ahli yang anggotanya berasal dari perguruan tinggi.
BINTORO AGUNG S.