TEMPO.CO, Karawang - Dalam kurun waktu satu tahun, kualitas udara harian di Karawang yang dikategorikan baik hanya dua hari. Salah satu penyebab buruknya kualitas udara di salah satu kabupaten di Jawa Barat itu adalah pencemaran udara dan emisi.
”Karawang kini merupakan kawasan kota industri,” ujar Fitri Harwati, Kepala Subdirektorat Pengendali Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, Kementerian Lingkungan Hidup, saat sosialisasi pengendalian pencemaran udara kepada 76 pelaku industri di Karawang, Rabu, 12 Agustus 2015. ”Udara kualitas sedang hanya seratus hari, sisanya lebih rendah.”
Menurut Fitri, industri memiliki kewajiban memantau emisi yang dihasilkan. Dia meminta para pelaku usaha dan industri di Karawang mematuhi jumlah emisi yang sudah ditetapkan. ”Tidak boleh melampaui batas,” ujar dia.
Karena itu, kata Fitri, pihak industri dan Pemerintah Kabupaten Karawang harus bersama-sama memantau kualitas udara. Hal ini untuk menentukan pengendalian emisi. ”Dengan mengetahui kualitas udara, industri dan pemerintah punya patokan aksi pengendalian emisi,” kata dia.
Dia menuturkan, untuk mengetahui kualitas udara, diperlukan alat indeks standar pencemaran udara atau ISPU. Menurut dia, melalui ISPU, masyarakat bisa mengetahui parameter udara yang kritis. Pihak Kementerian mewajibkan pemerintah kota dan kabupaten memiliki minimal satu alat. ”Agar bisa memonitor udara selama 24 jam,” kata dia.
Ironisnya, hingga kini kawasan industri di Karawang belum memasang alat ISPU. Fitri mengatakan hanya ada satu alat ISPU di Karawang yang terletak di Jalan Tuparev. Alat itu dipasang pihak Pemerintah Kabupaten Karawang. ”Kita harus mendorong kawasan industri untuk ikut memasang ISPU,” ujar Fitri.
Menurut dia, pemasangan alat itu perlu dilakukan karena pada 2019 Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia bakal mewajibkan setiap kabupaten-kota memasang tiga unit alat ISPU. ”Lebih baik jika satu alat setiap jarak 5 kilometer,” ujar dia.
Kementerian Lingkungan Hidup akan menyebar 134 alat di 45 kabupaten-kota. Menurut Fitri, pihak Kementerian hanya akan membantu daerah yang memiliki keterbatasan anggaran. ”Itu pun berupa barang, bukan uang,” ujar dia.
HISYAM LUTHFIANA