Informasi intelijen Badan Keamanan Laut mengungkap mayoritas barang yang masuk ke pelabuhan tikus bukanlah narkotik atau benda terlarang lainnya. Barang selundupan itu sebagian besar adalah produk kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, pakaian, hingga mainan anak-anak.
Meski begitu, Badan Keamanan Laut menganggap barang ilegal itu memberi dampak negatif pada ekonomi. “Harganya yang sangat murah bisa merusak pasar lokal. Lalu, tak ada jaminan keamanan produk dan kerugian negara akibat tak bayar pajak,” kata Dicky. “Solusinya, Badan Keamanan Laut menyiagakan tiga pangkalannya, yakni di Bali, Manado, dan Tarakan.”
Pengamat kelautan dari Surya University, Alan F. Koropitan, meminta Badan Keamanan Laut meningkatkan koordinasi dengan stake holder keamanan laut lain, seperti TNI AL, Bea-Cukai, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Polisi Air dan Udara. “Jadi, harapannya, setiap Badan Keamanan Laut menemukan dugaan kapal mencurigakan, unsur stake holder terdekat bisa menindak dengan cepat,” kata Alan, kemarin.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Muhammad Zainuddin mengatakan Angkatan Laut sudah menjalin kerja sama yang baik dengan Badan Keamanan Laut. Angkatan Laut selama ini merespons temuan kapal-kapal mencurigakan dari satelit Bakamla.
Angkatan Laut juga punya misi patroli rutin sepanjang tahun di jalur ALKI 2. Pangkalan-pangkalan TNI AL di sekitar wilayah itu, seperti di Nunukan, Tarakan, Toli-toli, Mamuju, hingga Makassar, selalu siaga. “Namun minimnya jumlah armada kapal perang kami masih menjadi kendala utama. Pemerintah sudah berkomitmen menambah jumlah kapal perang,” kata Zainuddin, dua hari lalu.
INDRA WIJAYA
Artikel ini sebelumnya dimuat di Koran Tempo edisi 12 Agustus 2015 dengan judul "Mencegah Muntahan di Tengah Laut".