TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah sekolah negeri di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dilaporkan telah menarik sejumlah pungutan terhadap siswa baru. Sekolah negeri yang dilaporkan itu antara lain Sekolah Menengah Atas 1 Sewon, Sekolah Menengah Atas 1 Bantul, Sekolah Menengah Kejuruan Punjung, Sekolah Menengah Atas 1 Pleret. Juga Sekolah Menengah Pertama 1 Sanden dan Sekolah Dasar Sukowaten. "Yang mengadu ke kami sudah puluhan," kata Yuliani Putri Sunardi, Sekretaris Sarang Lidi, lembaga yang peduli pendidikan, Selasa, 11 Agustus 2015.
Menanggapi laporan tersebut Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Informal Bantul, Masharun Ghazali mengatakan telah memeriksa seluruh isi rancangan penganggaran SMA dan SMK di Bantul dan tidak menemukan ada kesalahan. "Anggaran pemerintah untuk SMA dan SMK memang tidak cukup, sekolah masih butuh penarikan biaya dari wali murid dan itu dilakukan sesuai regulasi," kata Masharun pada Selasa, 11 Agustus 2015.
Dia berpendapat penarikan sumbangan ke wali murid tidak bermasalah selama telah melalui persetujuan musyawarah di Dewan Sekolah atau Komite Sekolah. Selain itu, penarikan sumbangan itu tidak berlaku bagi siswa miskin. "Yang penting, tidak boleh ada siswa ditolak sekolah karena biaya," kata dia.
Menurut Masharun kebutuhan biaya pendidikan setia siswa SMA dan SMK di Bantul tidak semuanya bisa ditutupi oleh anggaran pemerintah pusat dan daerah. Dia mencontohkan, setiap siswa SMK di Bantul membutuhkan beban biaya pendidikan sebesar Rp3,25 juta setiap tahun. Adapun, setiap siswa SMA di Bantul memerlukan biaya Rp2,75 juta setiap tahunnya.
Adapun besaran Bantuan Operasional Pendidikan dari pemerintah pusat untuk setiap siswa SMA dan SMK di Bantul senilai Rp1,25 juta setiap tahun. Sedangkan bantuan dari pemerintah DIY bagi setiap siswa SMA dan SMK di Bantul sebesar Rp200.000 per-tahun. "Dari Pemerintah Kabupaten malah hanya Rp100.000 untuk setiap siswa per tahun," kata Masharun.
Kondisi ini, menurut dia, membuat banyak sekolah menarik biaya tambahan dari wali murid. Sebabnya, separuh kebutuhan biaya pendidikan bagi setiap siswa belum tertutupi. Dia mengakui ada juga penarikan biaya untuk pembelian kebutuhan pribadi siswa seperti seragam. "Itu boleh karena yang melakukan pengadaan bukan sekolah, tapi oleh dewan atau komite sekolah," katanya.
Padahal, pemerintah DIY sudah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pendanaan Pendidikan yang mengatur soal pungutan. Perda ini melarang ada pungutan sama sekali di SD dan SMP serta penarikan biaya tanpa persetujuan wali murid di SMA dan SMK.
Perda tersebut sudah berlaku pada November 2014. Ancaman bagi kepala sekolah yang melanggar isi ketentuannya bisa sampai sanksi pidana. Tapi, sampai sekarang keluhan wali murid terkait masalah pungutan masih terus bermunculan.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM