TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan segera mengeksekusi hasil putusannya terkait penolakan Peninjauan Kembali kedua dari Yayasan Supersemar. Alhasil, Yayasan Supersemar harus membayar ganti rugi sebesar Rp 139,2 miliar dan 315 juta dollar.
Suhadi mengatakan MA akan secepatnya mengirimkan putusan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dikoreksi. Selanjutnya pengadilan akan memberitahu pemohon dan termohon untuk menyelesaikannya secara sukarela.
"Kalau yang menang belum terima haknya, dia ajukan permohonan ke PN Jaksel agar dieksekusi. Nanti, PN Jaksel akan keluarkan penetapan eksekusi atau bisa lewat teguran dulu," ujar juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, Selasa, 11 Agustus 2015.
Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali yang diajukan Kejaksaan Agung terhadap perkara penyimpangan dana beasiswa Yayasan Supersemar. Mahkamah meminta bekas Yayasan Supersemar dan presiden ke-2, Soeharto sebagai pendiri yayasan itu agar membayar ganti rugi senilai 315 juta dollar dan Rp 139,2 miliar kepada negara.
"PK menurut UU Mahkamah Agung hanya satu kali, baik pidana atau perdata," katanya. Suhadi menegaskan bahwa yang harus membayar ganti rugi adalah Yayasan Supersemar karena termohon pertama telah meninggal.
Kasus ini bermula ketika pemerintah yang diwakili Kejaksaan Agung menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta 420 juta dollar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar. Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dollar AS dan Rp 185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana beasiswa. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi.
Pada 2010, Mahkamah memutuskan bekas Presiden Soeharto dan Yayasan Supersemar bersalah melakukan penyelewenangan dana beasiswa. Majelis kasasi saat itu memutuskan mereka harus membayar kembali kepada negara sebesar 315 juta dolar AS, dengan rincian berasal dari 75 persen dari 420 juta dollar AS dan Rp 139,2 miliar, berasal dari 75 persen dari Rp 185,918 miliar.
Persoalan muncul ketika terjadi kesalahan dalam pengetikan putusan. MA tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tetapi Rp 139,2 juta alias kurang tiga angka nol.
Atas kejadian itu, Kejaksaan dan Yayasan Supersemar sama-sama mengajukan Peninjauan Kembali. Dalam putusan 8 Juli, Mahkamah menyatakan mengabulkan Peninjuan Kembali Kejaksaan Agung.
TIKA PRIMANDARI I REZA ADITYA