TEMPO.CO, Luwu - Sebanyak 90 persen siswa sekolah dasar (SD) di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, daya tangkapnya terhadap mata pelajaran yang diberikan gurunya di kelas, masih rendah. Penyebabnya adalah kurang asupan gizi.
Hal itu terungkap dari hasil pengumpulan data yag dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Pemuda Pemantau Kinerja Eksekutif dan Legislatif (FPPKEL). “Sebagian besar siswa tidak sarapan pada pagi hari sebelum berangkat ke sekolah,” kata Koordinator FPPKEL, Ismail Ishak, Senin, 10 Agustus 2015.
Menurut Ismail, sekolah di daerah itu pernah menyediakan makanan tambahan bagi siswanya di sekolah. Namun, program makanan tambahan itu dihentikan tanpa alasan yang jelas. Itu sebabnya, dia meminta Pemerintah Kabupaten Luwu, khusunya Dinas Pendidikan menambah anggaran pendidikan agar program makanan tambahan bisa kembali dilaksanakan.
Ismail menjelaskan, pemberian makanan tambahan di sekolah mampu mengatasi kekurangan gizi dan dapat memperbaiki daya tangkap siswa terhadap mata pelajaran. “Dengan meningkatnya daya tangkap siswa, tentu kualitas pendidikan di Luwu akan meningkat,” ucapnya.
Dia menyayangkan tidak jelasnya pemanfaatan dana pendidikan di Kabupaten Luwu, yakni 20 persen dari APBD. Sedangkan jumlah APBD di Kabupaten Luwu hampir Rp 1 triliun. “Apakah tidak bisa menggunakan sebagian dari dana pendidikan untuk menyediakan makanan tamabahan bagi siswa,” ujar Ismail, sembari menambahkan sebagian besar warga Luwu masih tergolong berpenghasilan rendah.
Anggota DPRD Luwu, Summang, justru menilai pemberian makanan tambahan bagi siswa SD, bukanlah cara yang tepat mengatasi lemahnya daya tangkap siswa. Solusi yang tepat yang harus dilakukan adalah memperbaiki sarana dan prasarana sekolah serta pemerataan guru.
Dia sepakat penambahan dana pendidikan. Namun, selain digunakan untuk membiayai program makanan tambahan bagi siswa, juga memperbaiki sekolah, termasuk menambah jumlah ruang kelasnya. “Karena keterbatas ruang kelas, ada siswa yang masuk pagi hari, dan ada yang masuk siang hari,” tutur Summang.
Yang tidak kalah penting adalah penambahan jumlah guru sehingga bisa dicapai pemerataan guru di setiap sekolah. Di sejumlah daerah pelosok di Luwu, masih ada sekolah yang gurunya hanya satu orang. "Kalau gurunya hanya satu orang, sedangkan jumlah siswanya puluhan, bagaimana bisa efektif proses pembelajarannya,” kata Summang pula.
Pemerataa guru, kata Summang, tidak hanya secara kuantitas tapi juga secara kualitas. Guru yang berstatus pegawai negeri sipil, harus bersedia ditempatkan di mana saja. Jumlah guru yang berkualitas tidak boleh hanya mau mengajar di kasawan perkotaan, tapi harus mau ditempatkan di pedesaan.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu, Andi Muin, mengaku belum membaca hasil pendataan FPPKEL. Namun, dia berjanji segera membicarakannya dengan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu, Andi Fahri. "Terima kasih atas informasinya. Saya akan bicarakan dengan pimpinan terkait langkah apa yang akan dilakukan," ujarnya.
HASWADI