TEMPO.CO, Parepare - Kelangkaan gas elpiji ukuran 3 kilogram sejak berakhirnya bulan ramadan makin meluas di Sulawesi Selatan. Tidak hanya terjadi di Kabupaten Sidrap, melainkan juga melanda sejumlah daerah di wilayah Ajatappareng, khususnya Kota Parepare, Kabupaten Pinrang dan dan Kabupaten Barru.
Salah seorang pengusaha kedai kopi di Kelurahan Bumi Harapan, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare, Memei, mengatakan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram semakin dirasakan tiga pekan terakhir. “Kalaupun ada di pedagang eceran, harganya mahal, mencapai Rp 30 ribu per tabung,” katanya, Minggu. 9 Agustus 2015.
Keluhan serupa juga dikemukakan oleh salah seorang ibu rumah tangga, Nursani. Dia mengatakan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram sudah terjadi pasca hari raya idul fitri. “Kami susah mendapatkannya,” ujarnya.
Nursani merasa heran harga di pangkalan maupun pedagang eceran begitu tinggi, Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per tabung. Sedangkan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah daerah Rp 15.700 per tabung. Dia tidak faham apa yang menjadi penyebab terjadinya kelangkaan.
Namun, berdasarkan informasi yang diperolehnya, gas elpiji 3 kilogram untuk kebutuhan rumah tangga itu digunakan di usaha peternakan. Bahkan dijadikan bahan bakar mesin yang digunakan para petani. “Kami yang susah,” ucap Nursani.
Junior Sales Executive LPG Rayon I Depot Pertamina Parepare, Yogi Indraprastya, mengatakan masing-masing pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas kelangkaan gas elpiji 3 kilogram. “Kami mempertanyakan pengawasan oleh pemerintah daerah, karena tugas kami hanya menyuplai,” tuturnya.
Yogi menyatakan keheranannya atas kerjadinya kelangkaan gas elpiji 3 kilogram, karena sampai melanda wilayah Ajatappareng, khususnya Parepare, Pinrang dan Barru. Sebab, selain di Sidrap, ketersediaan gas, yang kerap disebut gas melon itu terbilang aman dan mencukupi kebutuhan masyarakat. “Tidak ada antrean di agen maupun penyalur. Di tingkat pengecer bukan wewenang kami," katanya.
Yogi juga mendapat informasi gas bersubsidi itu juga digunakan oleh kalangan pengusaha peternakan. Para petanipun menggunakan gas melon itu untuk mengoperasikan mesin penyedot air duna mengaliri sawahnya. “Kalau itu benar, kami tidak bisa menindaknya. Itu wewenang pemerintah daerah,” ujarnya.
Manejer Kantor Stasiun Pengisian, Pengangkutan dan Bulk Elpiji (SPPBE) Parepare, Tarigan, mengklaim pendistribusian gas melon ke wilayah yang menjadi tanggungjawabnya, lancar. Dia juga mengatakan masalah kelangkaan di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. “Tidak ada masalah dalam distribusi. Tugas kami hanya menyalurkannya hingga tingkat agen,” ucapnya.
Kalaupun kelangkaan itu akibat penimbunan yang dilakukan pihak-pihak tertentu, itu berkaitan dengan pengawasan yang menjadi tugas pemerintah daerah. “Kalau terbukti dilakukan oleh agen, kami punya wewenangnya menindaknya secara tegas,” kata Tarigan.
Sekretaris Daerah Kota Parepare, Mustafa Mappangara, mengatakan hari ini akan mengelar rapat terbatas guna mengatasi kelangkaan gas melon. “Kami akan cari solusi. Bila perlu kami kerahkan petugas Satpol PP mengawas pendistribusiannya.”
Sebelumnya, pengawasan juga dikemukakan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidrap, Wahyudi. “Pengawasan dilakukan di pangkalan dan pengecer agar tidak dijual kepada yang tidak berhak.”
DIDIET HARYADI SYAHRIR