TEMPO.CO, Cirebon - Kemarau tidak saja mengancam ketahanan pangan. Buruh tani pun jadi menganggur. Padahal, dalam satu hektare, dibutuhkan banyak pekerja untuk menanam padi.
Kenyataan itu dibenarkan Sekretaris Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon Muhidin. “Sekarang ini memang banyak buruh tani yang melakukan alih profesi,” katanya, Jumat, 7 Agustus 2015.
Beragam pekerjaan dilakukan buruh tani yang menganggur tersebut. Dari menarik becak, menjadi tukang bangunan, mencari rongsokan, hingga mencetak batu bata. “Kalau di daerah Panguragan biasanya buruh tani beralih profesi menjadi pencari rongsokan,” ucapnya.
Menurut Muhidin, kekeringan yang melanda area pertanian di Kabupaten Cirebon otomatis berdampak pada buruh tani. Hal itu karena dalam menanam padi membutuhkan banyak tenaga kerja, dari persemaian, pengolahan tanah, galangan, penanaman, pembersihan gulma, pemeliharaan, hingga panen.
Kekeringan mengakibatkan luas tanam padi di Kabupaten Cirebon pada musim tanam gadu tahun ini menurun drastis. “Saat ini luas tanaman padi di Kabupaten Cirebon pada musim tanam gadu hanya 23.280 hektare,” tuturnya.
Padahal jumlah total area pertanian tanaman padi di Kabupaten Cirebon mencapai 46 ribu hektare. Ini berarti separuhnya tidak lagi menanam padi. “Otomatis buruh tani pun ikut terpengaruh,” kata Muhidin. Daripada tidak bekerja, mereka akhirnya beralih profesi untuk bertahan hidup.
Adanya alih profesi ini dibenarkan Wakil Ketua HKTI Kabupaten Cirebon Tasrip Abu Bakar. “Banyak sekali buruh tani yang alih profesi,” ucapnya. Pekerjaannya tentu tidak jauh dari pekerjaan sebagai buruh, dari menjadi tukang bangunan, tukang becak, hingga pencari rongsokan.
Tasrip menjelaskan, dalam 1 hektare lahan tanaman padi, dibutuhkan buruh tani sebesar 80-100 orang. “Memang membutuhkan tenaga kerja yang banyak,” ujar Tasrip.
Dengan kekeringan yang terjadi, otomatis lahan pekerjaan mereka pun hilang.
IVANSYAH