TEMPO.CO, Bantul - Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Bantul Supardi mengaku kesulitan mengungkap dugaan permintaan "mahar" dari partai politik ke kandidat calon yang akan maju ke pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebabnya, menurut dia, sampai sekarang Panwaslu Bantul tidak memiliki bukti yang menguatkan dugaan tersebut.
"Laporan resmi juga belum pernah ada," kata Supardi pada Jumat, 7 Agustus 2015. Dia mencontohkan, berbekal sekadar dugaan yang beredar di media, Panwaslu Bantul pernah mengklarifikasi isu mahar politik ke semua pengurus partai pollitik di Kabupaten Bantul.
Hasilnya, tentu saja semua partai membantah. Karena Panwaslu Bantul tidak memiliki banyak bukti, proses penelusuran kasus mahar politik itu hanya berhenti di tahap permintaan klarifikasi.
Upaya klarifikasi itu, menurut Supardi, malah memunculkan pertanyaan balik dari pihak pengurus partai politik. Misalnya, ada partai yang mempertanyakan batas nilai pemberian uang dari pendaftar calon bupati yang bisa dianggap sebagai mahar politik. "Kata mereka, kalau sekedar untuk biaya makan-makan (konsumsi pengurus partai) apa termasuk mahar politik?" kata Supardi.
Menurut dia, selama ini memang tidak ada ketentuan batas nilai pemberian uang, yang bisa disebut sebagai mahar, kepada partai politik dari pendaftar proses penjaringan calon bupati dan calon wakil bupati. Supardi menyimpulkan kekaburan regulasi dan bukti yang minim membatasi gerak Panwaslu untuk membongkar praktek permintaan mahar dari partai kepada calon peserta pilkada.
Selain isu mahar, Supardi memperkirakan, praktek politik uang berpotensi marak di masa kampanye. Karena itu, dia berharap, publik rajin menyuplai laporan resmi mengenai praktek politik uang ke Panwaslu Bantul. "Kami juga memanfaatkan laporan intelijen polisi," kata dia.
Saat ini, menurut Supardi, Panwaslu Bantul telah menemukan indikasi keterlibatan sejumlah perangkat desa sebagai tim sukses calon bupati dan wakil bupati di pilkada. Keterlibatan perangkat desa, yang terdiri dari kepala dukuh hingga lurah, tersebut melanggar Undang-Undnag Desa sekaligus membuka peluang maraknya pembelian suara pemilih. "Ada beberapa dukuh dan lurah yang diduga terlibat sebagai tim sukses, sekarang dalam proses pemeriksaan," katanya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM