Dalam banyak kasus, kata Djayadi, permintaan survei umumnya diminta secara berkala. Sebab, hasil riset bersifat temporer. Untuk memetakan peluang calon bupati dan wali kota, SMRC sedikitnya memerlukan 400 sampel responden. Besaran tarif yang mereka gunakan sangat bergantung pada kondisi di lapangan. Daerah yang sulit dijangkau tentu akan lebih mahal. “Besarannya Rp 150-300 juta. Untuk provinsi bisa dua kali lipat, dan itu bisa kami selesaikan dalam waktu dua pekan,” ujar peraih gelar doktor dari Ohio State University itu.
Selain memetakan kekuatan politik suatu daerah, lembaga survei akan melengkapi riset mereka dengan sejumlah rekomendasi pemenangan. Sayangnya, banyak calon kepala daerah tidak menjalankan rekomendasi strategi pemenangan yang sudah disarankan dalam riset elektabilitas. Hal inilah yang kemudian membuat lembaga riset memiliki ladang lain: menjadi konsultan politik.
Direktur Lingkaran Survei Kebijakan Publik, Sunarto Ciptoharjono, mengatakan peluang elektabilitas seseorang sangat mungkin didongkrak dengan strategi kampanye yang tepat. Soal biaya, ia hanya mau menyatakan, “Angkanya milaran.”
Menurut Sunarto, tak semua lembaga survei mau menerima tawaran kerja sama. Sepekan sebelum penutupan masa pendaftaran, kata dia, sejumlah lembaga survei menolak tawaran kerja sama dari tim penjaringan Partai Golkar. Meski tak mempersoalkan besaran biaya, tawaran itu dinilai sulit dieksekusi lantaran hanya menyisakan waktu tak sampai dua pekan. “Ada 16 lembaga yang mereka tawari saat malam takbiran. Tapi kami menolak karena waktunya terlalu mepet. Saya kira keterlambatan ini akibat konflik internal Golkar,” tuturnya.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Aunur Rofiq mengakui pentingnya peranan lembaga riset. Meski demikian, kata dia, PPP tak mengharuskan calon kandidat kepala daerah menggunakan lembaga riset tertentu. Sebab, hasil riset hanyalah salah satu pertimbangan DPP untuk penerbitan surat rekomendasi. Menurut dia, penerbitan surat rekomendasi juga ditentukan oleh keberhasilan proses koalisi yang dibangun kandidat dan partai pendukungnya. “Kami bebaskan mereka untuk memilih. Tapi hasil riset lembaga ternama tentu akan jauh lebih meyakinkan,” katanya.
Selanjutnya >> Calon kepala daerah gagal bertanding akibat riset...