TEMPO.CO, Jombang - KH Hasyim Muzadi meminta kepada mayoritas Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama dan sejumlah Pimpinan Cabang NU yang menolak hasil Muktamar NU ke-33 di Jombang agar tak menggelar muktamar atau membentuk NU tandingan. “Saya ingatkan satu saja, jangan membuat Muktamar tandingan, apalagi NU tandingan,” kata Hasyim di Forum Lintas PWNU dan PCNU di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Rabu malam, 5 Agustus 2015.
Sebab, menurut bekas Ketua Umum PBNU ini, langkah itu fatal dan semakin membuat NU terpecah belah. “Ketika Saudara membuat NU tandingan, maka semua orang akan memutar perpecahan NU dan jadi hantaman yang berat bagi NU,” ujarnya.
Baca Juga:
Hasyim menyarankan kepada forum agar mengambil langkah yang konstruktif bagi NU, baik bagi kelompok yang menerima maupun menolak Muktamar NU. “Ambillah posisi yang mengoreksi keadaan atau mengoreksi PBNU tahun sekian sampai tahun sekian (2015-2020),” tuturnya.
Karena tak mengakui hasil muktamar, Hasyim menilai ada kekosongan organisasi di tingkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurut dia, yang paling baik dan strategis secara organisasi adalah mengembalikan kekuasaan organisasi secara penuh ke PWNU dan PCNU.
“Langkah yang bagus secara organisasi harus ada perundingan antara PWNU dan PCNU sambil elite-elite NU membicarakannya,” ucapnya.
Forum Lintas PWNU dan PCNU sepaham dengan maksud Hasyim. Mereka sepakat untuk menggugat hasil Muktamar NU ke-33 di Jombang ke pengadilan. “Kita akan menggugat hasil muktamar ke pengadilan,” kata juru bicara Forum Lintas PWNU yang juga Ketua PCNU Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin yang akrab disapa Gus Aab.
Gus Sholah setuju dengan keputusan itu. “Semua akan ditindaklanjuti secara hukum,” ujarnya. Baginya, hasil Muktamar NU ke-33 di Jombang cacat hukum, termasuk penjaringan nama-nama yang masuk ahlul halli wal ‘aqdi (ahwa) hingga pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU. “Kalau ahwa cacat hukum, rais aam dan ketua umum juga cacat hukum.”
ISHOMUDDIN