TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan tak ada masalah agama dalam kasus penyerangan di Tolikara, Papua, tapi hanya masalah salah pengertian atau miskomunikasi. Hal itu ditegaskan Luhut seusai pertemuan tertutup dengan empat pemimpin gereja di kantor Sinode Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKITP), Kota Jayapura, Papua, Rabu, 5 Agustus 2015.
"Kami sudah perbaiki masalah salah pengertian ini. Para pendeta dan pengurus Gereja Injili di Indonesia (GIDI) sudah menyampaikan kepada kami bahwa masalah di Tolikara sudah selesai. Kami harap masalah ini jangan dibesar-besarkan lagi,” kata Luhut setelah bertemu dengan Albert Yoku dari Sinode GKITP, Benny Giay (Sinode Kingmi), Socratez Sofian Yoman (Sinode Baptis), dan Presiden GIDI Dorman Wandikbo.
Sedangkan mengenai permintaan tokoh agama untuk menyelesaikan masalah penyerangan muslim di Tolikara secara adat, Luhut tak berkomentar panjang-lebar. "Mereka sudah lakukan perdamaian, jadi jangan banyak lagi diangkat di media. Mereka sudah selesaikan dengan cara mereka, dan saya pikir itu yang terbaik,” ujar Luhut, Rabu, 5 Agustus 2015.
Para pemimpin gereja di Tolikara, khususnya Presiden GIDI, sudah menjelaskan secara rinci kejadian di Tolikara pada Jumat pagi, 17 Juli 2015. "Bahkan mereka juga menjelaskan sejarah gereja di Papua, termasuk sejarah pembangunan pendidikan di Papua yang berasal dari gereja. Ke depan, masalah kekurangan guru di pedalaman, gereja sepakat akan men-training pendeta untuk mengajar dan bersedia menetap di pedalaman Papua," ucap Luhut.
Saat ini yang perlu dilakukan, tutur Luhut, adalah membangun Tolikara agar semakin terbuka dengan membuka isolasi lewat pembangunan infrastruktur jalan. "Kami sudah ke Tolikara dan melihat kondisi infrastruktur di daerah itu, sangat memprihatinkan. Infrastruktur harus dibangun, agar isolasi terselesaikan. Masih ada sekitar 30 kilometer jalan darat dari Wamena ke Karubaga untuk diselesaikan,” katanya.
Para pimpinan gereja Papua menjelaskan, peradaban Papua yang dimulai oleh misi penginjilan telah melahirkan gereja yang mampu menata kehidupan masyarakat Papua, baik mental spiritual, pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi, serta menyediakan infrastruktur dasar. Akhirnya, faktor-faktor itu menjadi modal dasar kegiatan pembangunan ketika pemerintah mulai memasuki Papua, khususnya Karubaga, Tolikara.
“Untuk insiden Tolikara, kami sudah kembali pada kesepakatan tujuh poin pada 29 Juli 2015 antara GIDI dan Nahdlatul Ulama yang difasilitasi Forum Kerja Sama Umat Beragama (FKUB) di Papua. Kedua pihak sepakat berdamai sesuai dengan budaya, tidak lewat proses hukum. Hal ini telah kami sampaikan ke Staf Kepresidenan. Semua proses hukum terhadap empat pemimpin GIDI kembali kepada kesepakatan 29 Juli 2015," ujar Ketua Sinode GKITP Alberth Yoku.
CUNDING LEVI