TEMPO.CO, Makassar - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan mengendus adanya permintaan sejumlah uang oleh partai politik kepada calon kepala daerah yang diusung menjelang pemilihan kepala daerah serentak tahun ini. Transaksi berlangsung sejak proses pencalonan dalam bentuk mahar hingga pendaftaran. Besarnya ongkos pencalonan melalui partai politik itu bervariasi.
Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan Laode Arumah mengatakan praktek mahar itu terjadi saat kandidat berusaha mendapatkan rekomendasi dari pimpinan partai politik. Mahar itu nilainya mencapai miliaran rupiah. Laode mengaku kesulitan mengawasi praktek ini.
Politik uang itu melibatkan kandidat calon dan pimpinan partai politik di daerah dan pusat.
"Memang Bawaslu telah meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening bakal calon. Tapi itu ranahnya di pusat. Kalau kami di daerah, memang sulit," ucap Laode pada Rabu, 5 Agustus 2015.
Laode mengharapkan peran serta masyarakat untuk membongkar praktek mahar politik. “Kami hanya bisa mencium aromanya saja. Kami sangat berharap masyarakat bisa terbuka memberikan informasi,” ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Jayadi Nas, menuturkan Bawaslu Sulawesi Selatan harus menelusuri praktek politik uang itu. "Aroma pemberian mahar untuk mendapatkan rekomendasi partai memang ibarat kentut: ada baunya tapi tidak berwujud. Tapi saya harap Bawaslu aktif menelusuri hal tersebut," kata mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan ini.
Salah seorang calon Bupati Maros yang enggan disebutkan namanya tidak membantah adanya mahar politik. Menurut dia, setiap partai politik meminta uang mahar secara bervariasi, mulai Rp 300 juta hingga Rp 500 juta. “Saya berikan secara tunai, bukan melalui rekening,” ucapnya. Uang tersebut, ujar dia, diberikan kepada pengurus pusat partai tersebut.
Adapun Ince Langke, yang gagal maju dalam pemilihan Bupati Selayar, menuturkan hampir semua partai melakukan hal itu. Ia menyebutnya bukan uang mahar, tapi uang partisipasi. “Nilainya berapa? Maaf, saya tidak bisa sebutkan. Begitu pun dengan partainya, karena tidak etis,” kata bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan ini.
ARDIANSYAH RAZAK BAKRI