TEMPO.CO , Jombang - Calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama wajib mengantongi restu Rais Aam terpilih sebelum bisa dipilih oleh muktamirin. Persyaratan inilah yang membuat proses pemilihan Rais Aam sangat alot dalam Muktamar NU ke-33, 1-5 Agustus 2015.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj mengatakan calon ketua umum terpilih harus mendapat restu Rais Aam terpilih. Karena itu, proses pemilihan Rais Aam dilakukan lebih dulu sebelum pemilihan ketua umum dilaksanakan. "Syarat utama calon ketua umum harus mendapat restu Rais Aam," kata Said kepada Tempo, Selasa, 4 Agustus 2015.
Baca Juga:
Jadi, mekanisme pemilihan ketua umum nanti adalah menjaring nama-nama yang akan maju dan menyerahkannya kepada Rais Aam. Selanjutnya Rais Aam akan menyeleksi nama-nama tersebut untuk diajukan kepada muktamirin agar dipilih. Calon yang dianggap tidak layak akan dicoret oleh Rais Aam dan tak bisa mengikuti pemilihan.
Namun, menurut Said, selama sejarah pemilihan ketua umum, belum pernah ada nama yang dicoret oleh Rais Aam. Hal ini menunjukkan betapa NU sangat menjunjung demokrasi dalam pemilihan ketua. "Belum pernah ada calon yang dicoret, " katanya.
Said sendiri mengaku tidak akan mengintervensi proses pemilihan Rais Aam yang dilakukan Rais Syuriah cabang dan wilayah. Bahkan dia juga tidak mengetahui kapan dan di mana forum itu bermusyawarah.
Sesuai dengan keputusan para kiai yang disampaikan KH Mustofa Bisri, pemilihan Rais Aam oleh Rais Syuriah ini diutamakan lewat musyawarah mufakat. Jika tidak terjadi kesepakatan, dilakukan pemungutan suara di antara mereka.
HARI TRI WASONO