TEMPO.CO , Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno mengatakan Presiden Joko Widodo menganggap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagai opsi terakhir. Jokowi, kata Tedjo, belum mengambil keputusan soal pelaksanaan pemilihan kepala daerah di tujuh daerah yang bercalon tunggal.
"Presiden mengatakan Perpu tidaklah salah satu opsi yang diharapkan, karena itu adalah keputusan yang terakhir, alternatif terakhir," kata Tedjo di Kantor Presiden, Selasa, 4 Agustus 2015.
Tedjo mengatakan besok presiden dan kementerian terkait akan merundingkan hal ini dengan pimpinan lembaga negara lainnya, seperti DPR, MPR, DPD, dan lainnya. "Kami mohon maaf belum ada keputusan hari ini, mohon bersabar sehari lagi," ujarnya.
Meskipun opsi terakhir, Kemenkopolkam, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri sudah merancang draf rancangan Perpu. Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan dalam draf rancangan Perpu, akan diatur soal jumlah dukungan. Pasangan calon tak boleh mendapat dukungan lebih dari 50-60 persen suara. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya praktek jual beli suara. Laoly mengatakan terbitnya Perpu juga dimaksudkan untuk menjaga hak dipilih.
Kemudian, untuk mengantisipasi adanya calon boneka, kata Laoly, opsi bumbung kosong juga dikaji. Sehingga, apabila suara bumbung kosong setengah lebih banyak ketimbang pasangan calon, mereka tetap tak bisa dilantik dan ditunjuk penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan. Model seperti ini digunakan dalam pemilihan kepala desa.
Selain Perpu, ada dua opsi yang bisa diambil pemerintah, yakni memperpanjang pendaftaran dan menunda pelaksanaan pilkada di tujuh daerah sesuai dengan PKPU. Adapun tujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Mataram, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kota Surabaya, Kabupaten Pacitan, dan Kota Samarinda.
TIKA PRIMANDARI