TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan. Hakim tunggal Lendriyati Janis mengatakan penetapan tersangka Dahlan dalam kasus dugaan korupsi listrik oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tidak sah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Lendriyati saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 4 Agustus 2015. Lendriyati menolak seluruh eksepsi Kejaksaan bahwa penetapan tersangka Dahlan merupakan pengembangan dari kasus-kasus sebelumnya. Jadi, Kejaksaan belum memeriksa saksi khusus untuk Dahlan.
Karena itu, Lendriyati menyatakan surat perintah penyidikan atas nama Dahlan Iskan yang dikeluarkan Kejaksaan pada 5 Juni tidak sah dan tidak didasari hukum. "Memerintahkan membatalkan penetapan pemohon sebagai tersangka," ujarnya.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan mantan Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan gardu induk PLN Jawa, Bali, Nusa Tenggara senilai Rp 1,063 triliun. Kejaksaan juga telah memeriksa mantan Dirut PLN Nur Pamudji yang menggantikan Dahlan Iskan saat ditarik menjadi Menteri BUMN pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir 2011.
Sejauh ini, jaksa telah menetapkan status tersangka terhadap 15 orang yang terlibat perkara tersebut. Mereka termasuk sembilan karyawan PT PLN yang sudah menjalani penahanan.
Seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman kurungan maksimal 20 tahun.
Megaproyek milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut digarap sejak Desember 2011 dan ditargetkan selesai pada Juni 2013. Namun, hingga kini, proyek tersebut banyak yang terbengkalai.
LINDA TRIANITA