TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dibebastugaskan dari jabatannya sebagai kepala daerah supaya fokus pada kasus dugaan suap yang mengakibatkan dia ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.
"Berdasarkan Undang-undang (Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah), kalau pada posisi tersangka memang dia masih menjabat sebagai gubernur. Ketika dia ditahan, itu dibebastugaskan supaya konsentrasi pada kasusnya," kata Menteri Tjahjo di Jakarta, Senin, 3 Agustus 2015. (Baca: Gatot Ingin Kasus Bansos di Kejaksaan Diambil Alih KPK)
Meskipun berada di balik jeruji besi tahanan, Gatot masih berhak mendapatkan gaji dan tunjangan sebagai kepala daerah. Namun Gatot tidak lagi dapat menjalankan tugas, wewenang, dan kewajibannya sebagai Gubernur Sumatera Utara.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya seperti memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan, menyusun rancangan perda, dan menetapkan perda. (Baca: Ini Fokus KPK Memeriksa Tersangka Gatot-Evy)
Ketika berkas perkara Gatot nanti memasuki tahap persidangan, maka Menteri Dalam Negeri akan memberhentikan sementara Gatot dari jabatannya sebagai gubernur. "Kalau misalnya dia mengikuti persidangan, supaya konsentrasi pada kasusnya, itu baru diberhentikan sementara sambil menunggu putusan pengadilan," kata Tjahjo.
Senin malam, 3 Agustus 2015 pukul 21.15 WIB, Komisi Pemberantasan Korupsi memutuskan untuk menahan Gatot dan istri mudanya, Evi Susanti, atas kasus dugaan suap terhadap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Gatot yang telah menggunakan baju tahanan KPK warna oranye langsung diboyong ke Rutan Cipinang, Jakarta Timur, sementara istri mudanya dibawa untuk ditahan di Rutan KPK. Sebelumnya, sekitar pukul 11.55 WIB, Gatot dan Evi Susanti dengan didampingi kuasa hukumnya memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka.
Pemeriksaan tersebut merupakan yang pertama dalam status mereka sebagai tersangka sejak penetapannya pada 28 Juli lalu. Gatot sudah dua kali diperiksa KPK sebagai saksi, yaitu pada 22 dan 27 Juli 2015, sedangkan Evi juga diperiksa pada 27 Juli 2015. (Baca: Tersangka KPK, Bagaimana Nasib Jatah Mobil Alphard Gatot?)
Gatot dan Evi disangkakan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Keduanya disangkakan sebagai sumber suap terhadap hakim dan panitera PTUN Medan melalui anak buah pengacara OC Kaligis, yakni Gerry.
ANTARA