TEMPO.CO , Jakarta - Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta menyatakan bakal mengawasi penggunaan air tanah selama musim kemarau ini, baik di tingkat usaha-usaha komersial maupun masyarakat, agar fenomena mengeringnya sumber air tak sampai terjadi.
"Untuk usaha perhotelan, sebenarnya tak memberi pengaruh pada sumber air warga jika pengusahaan airnya memang sesuai prosedur," ujar Kepala Sub-Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Very Tri Jatmiko, Ahad, 2 Agustus 2015.
Very menuturkan perhotelan dan pelaku usaha lain yang memanfaatkan banyak sumber daya air sudah diatur agar hanya memanfaatkan air tanah yang kedalamannya lebih dari 40 meter. Sedangkan air dangkal yang dikelola rumah tangga biasanya kurang dari 30 meter.
"Nah, yang rawan, jika pelaku usaha ini, karena kemarau debit air turun, ikut-ikutan mengusahakan memakai sumber air dangkal yang bisa mengganggu sumber rumah tangga," ujarnya.
Divisi Pengawasan Tata Ruang Perkotaan Forum Pemantau Independen Kota Yogyakarta, F.X. Harry Cahya, menuturkan penurunan permukaan air tanah akibat kemarau di Kota Yogyakarta berbeda antara wilayah utara, tengah, dan selatan.
"Tahun lalu, kami menerima laporan yang terparah penurunannya wilayah kota bagian selatan," ujar Harry. Misalnya, di Kampung Miliran, Kecamatan Umbulharjo, warga melaporkan, untuk menambah kedalaman sumur demi mendapatkan air, rata-rata mereka harus mengebor hingga kedalaman 20-25 meter.
Sedangkan di perkotaan bagian tengah, seperti Kampung Gowongan, Kecamatan Jetis, warga menuturkan harus menambah kedalaman sumur rata-rata 5-10 meter saat kemarau mencapai puncaknya.
Harry pun mendorong pemerintah agar tak sekadar memantau penggunaan sumber air pelaku usaha demi mengantisipasi selama kemarau ini, tapi juga mendorong pelaku usaha, seperti perhotelan, turut menggencarkan tali asih pada kampung sekitarnya jika mulai mengalami kesulitan air.
"Tali asih pemberian dan penyediaan air bersih ini perlu jadi kebiasaan karena Yogya rimba hotel, dan sekarang sedang musim kunjungan," ujarnya.
Koordinator Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY, Pristiawan, mengatakan belum ada tanda-tanda laporan kekeringan di wilayah perkotaan sampai saat ini.
Namun BPBD mencatat empat kabupaten di DIY sudah melaporkan soal kekeringan di wilayahnya.
PRIBADI WICAKSONO