TEMPO.CO , Sleman: Musim kemarau tahun ini di Kabupaten Sleman sudah mengakibatkan beberapa hektare sawah mengering. Air yang seharusnya bisa mengaliri lahan pertanian itu tak lagi muncul.
"Yang sudah terdeteksi ada tiga hektare sawah sudah mengering," kata Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman Widi Sutikno, Jumat, 31 Juli 2015.
Tiga hektare sawah itu tersebar di tiga kecamatan. Yaitu di Kecamatan Ngemplak, Kalasan, dan Ngaglik. Jika hujan tak kunjung mengguyur areal sawah, kekeringan akan semakin meluas. Padahal, saat ini di awal Agustus belum merupakan puncak kemarau. Puncak kemarau tahun ini diperkirakan pertengahan Agustus hingga September.
Tiga hektare sawah yang sudah kering itu di antaranya berada di Jetis Widodomartani Ngemplak satu hektare. Satu hektare di Ngalangan Donoharjo Ngaglik dan 1 hektare di Gantalan Minomartani Kalasan.
Sawah yang kering itu adalah lahan tanaman padi. Karena tidak ada aliran air, petani berpindah ke tanaman lain. Contohnya cabai, sayuran, maupun jagung. Jika para petani nekat menanam padi, dikhawatirkan akan terjadi puso dan gagal panen. Kecuali petani memanfaatkan sumur dengan pompa air untuk pengairan. "Justru paling aman, petani menanam palawija, itu tidak membutuhkan air dari irigasi," kata dia.
Dengan tanaman palawija, diharapkan ada proses perbaikan tanah dan juga menghindari hama tikus. Selain di tiga kecamatan tadi, masih ada beberapa wilayah yang terancam kekeringan. Terutama di Sleman bagian timur. Kecuali di Sleman bagian barat, karena ada saluran Van der Wijck atau selokan Mataram yang dialiri oleh Kali Progo.
Untuk antisipasi kekeringan tidak meluas, pemerintah setempat menyediakan pompa air. Secara bergiliran kelompok tani bisa mengajukan peminjaman pompa air. Ada sebanyak 60 mesin pompa air untuk kelompok tani yang membutuhkan karena kekeringan. "Lokasi yang akan dimpinjami pompa juga disurvai dulu, apakah ada sumbernya atau tidak," kata dia.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta secara umum, untuk mengatasi kekeringan di musim ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah mengusulkan Rp 6 Miliar. Dana itu diajukan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana. "Dana itu bisa digunakan sewaktu-waktu," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Gatot Saptadi.
MUH SYAIFULLAH