TEMPO.CO , Jambi: Akibat musim kemarau selama sebulan terakhir di Provinsi Jambi, debit Sungai Batanghari terus menyusut. Bahkan sudah masuk level terendah dan memprihatinkan. Debit sungai terpanjang di Sumatera ini kondisi normal berkisar 10 meter, namun kini sudah kurang dari 7 meter.
"Kondisi ini tentu membuktikan akan banyak anak Sungai Batanghari mengalami kekeringan dan warga akan mengalami krisis air bersih," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi, Arif Munandar, kepada Tempo, Jumat, 31 Juli 2015.
Untuk mengantisipasi bencana lekeringan ini, menurut Arif, pihaknya sudah menyiapkan beberapa langkah. Di antaranya membuat hujan buatan, mendatangkan mobil bom air ke daerah membutuhkan, dan juga menyalurkan air bersih kepada warga.
"Kendala yang dihadapi adalah belum lancarnya koordinasi dari pemerintah kabupaten dan kota. Contohnya saja pihak kabupaten dan kota belum ada yang memberi data kawasan yang sudah mengalami kekeringan atau hutan dan lahan terbakar dari derah mereka masing masing," kata Arif.
Menyinggung masalah kebakaran hutan dan lahan di daerahnya, jumlah titik panas terus mengalami peningkatan. Total terpantau 61 titik panas atau sama dengan pantauan sehari sebelumnya.
"Kini pun kita sudah merasa khawatir dengan kabut asap, karena kiriman dari daerah tetangga, seperti Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan. Karena angin bertiup dari arah utara ke selatan, asap dari dua daerah tetangga itu menerpa Provinsi Jambi," ujarnya.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jambi, jarak pandang juga terus menurun hanya mencapai kisaran 1.500 meter pada pagi hari dan 5 ribu meter pada siang hari.
Dalam dua hari ini terpantau pula sudah 200 hektare lahan gambut di daerah Kabupaten Tanjungjabung Timur terbakar. Kini pemadaman sedang diupayakan petugas Manggala Agni Dinas Kehutanan provinsi Jambi dan Kabupaten Tanjungjabung Timur.
SYAIPUL BAKHORI