TEMPO.CO, Jombang - Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur, akan membahas fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal program jaminan sosial pemerintah yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dinyatakan tak sesuai syariat. “Akan dibahas dalam muktamar,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj saat meninjau kesiapan muktamar di Alun-alun Jombang, Jumat, 31 Juli 2015.
Said mengatakan NU tidak kaku dalam memandang persoalan. “Kalau NU fleksibel, tidak hanya satu hukum, tidak hanya satu pilihan.”
NU, menurut dia, tidak mudah menilai haram sebuah urusan duniawi. “Maksimal syubhat, halal seratus persen tidak, haram seratus persen juga tidak.”
Said tak menjelaskan panjang-lebar pendapatnya tentang program jaminan sosial yang sudah lama dijalankan pemerintah melalui PT Askes sebelum berubah menjadi BPJS Kesehatan itu. Yang pasti, kata dia, program itu masih ada manfaatnya bagi masyarakat meski dalam beberapa hal pelaksanaannya tidak maksimal.
Ketua Bidang Fatwa MUI Ma’ruf Amin membenarkan adanya fatwa yang menyatakan BPJS Kesehatan tidak sesuai syariat Islam. Fatwa itu diputuskan dalam pertemuan di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah, Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah, Juni 2015. Komisi Fatwa MUI mendorong pemerintah membuat sistem BPJS Kesehatan yang sesuai dengan prinsip syariat.
BPJS Kesehatan dianggap tidak sesuai syariat karena dinilai mengandung unsur gharar (penipuan), maysir (pertaruhan), dan riba (keuntungan). Alasan lainnya, kepesertaan BPJS Kesehatan juga dianggap tidak adil karena masih membedakan latar belakang peserta.
ISHOMUDDIN