TEMPO.CO, Bojonegoro - Kemarau tahun ini yang diprediksi bakal berlangsung hingga Oktober membuat resah para petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Pasalnya, mereka telah menanam tembakau yang rata-rata baru berumur satu bulan.
Petani tembakau Bojonegoro terpencar di Kecamatan Sukosewu, Sugihwaras, Kedungadem, Sumberejo, Balen, Baureno, Ngambon, dan Ngasem. Mereka umumnya mulai menanam tembakau sejak awal Ramadan lalu.
Sentra tembakau Bojonegoro berada di wilayah selatan dan menjadi langganan kekeringan pada saat musim kemarau tiba. Suplai air menjadi masalah tersendiri karena petani menanam tembakau di bekas lahan tanaman bawang merah yang baru dipanen pada Juni lalu.
Menurut Abdul Sidiq, seorang petani tembakau di Desa Panjang, Kedungadem, suplai air untuk pertanian sudah kritis. Padahal, warga membutuhkan untuk menyirami tembakau agar tidak layu. “Kami waswas tembakau kami tak tertolong,” ujarnya, Jumat, 31 Juli 2015.
Walaupun ada embung (penampungan air) dan berlokasi di dekat sungai, tapi pasokan airnya tetap sulit diharapkan mengingat debitnya menyusut. ”Meski demikian kita tetap berupaya agar tembakau kami tak sampai mati,” ujarnya.
Kepala Bidang Usaha Perkebunan Dinas Perhutanan dan Perkebunan Bojongoro Khoirul Insan membenarkan bahwa petani telah menanam tembakau sejak satu bulan lalu. Suplai air dia akui menjadi masalah utama bagi petani karena tembakau umur satu bulan sedang butuh-butuhnya air. “Wajar jika petani waswas,” ujarnya.
Menurut Khoirul, jika kondisi suplai air normal, produksi tembakau saat panen bisa mencapai 1,3 ton per hektarenya. Namun bila suplai air tidak memadai akibat kemarau panjang, produksinya tidak bisa optimal. “Musim kemarau jelas mengganggu produksi tembakau,” ucapnya.
SUJATMIKO