TEMPO.CO, Kediri - Sejumlah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama membuat catatan atas kepemimpinan KH Said Aqil Siradj. Ketua PCNU Kota Kediri Ahmad Subakir mengatakan konsolidasi sembilan cabang di Kediri beberapa hari lalu merekomendasikan empat hal yang bakal dibawa ke forum Muktamar ke-33 di Jombang.
Sebagian catatan mengkritisi kepemimpinan Said yang dinilai kurang sejalan dengan sikap NU. “Teman-teman sudah membuat rekomendasi untuk mengevaluasi Pak Said,” kata Subakir kepada Tempo, Jumat, 31 Juli 2015.
Baca Juga:
Menurut dia, kepemimpinan Said cenderung membatasi komunikasi NU dengan pihak luar serta kurang membangun komunikasi dengan pengurus cabang, sehingga kaderisasi pada internal organisasi tak terbangun. Sebagai Ketua Umum NU, kata dia, Said cenderung membangun komunikasi dengan beberapa pihak saja. Sikap tersebut dianggap kurang pas mengingat latar belakang anggota NU yang majemuk dengan berbagai entitas.
Bakir menuturkan evaluasi tersebut merupakan hasil pertemuan sembilan cabang NU yang meliputi Kota/Kabupaten Kediri, Kota/Kabupaten Blitar, Kabupaten Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk, Ponorogo, dan Madiun. Namun hingga kini mereka belum menentukan siapa kandidat ketua umum yang akan diusung selain menginventarisasi tiga nama, yakni KH Said Agil, As’ad Said Ali, dan KH Salahudin Wahid.
Ketua Rais Syuriah PCNU Kota Kediri KH Ahmad Mahin Toha menengarai adanya berbagai kelompok yang akan memanfaatkan muktamar ke arah politik. Bahkan isu "pertempuran" antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) yang pernah mengeras dalam pemilihan umum presiden lalu mulai dirasakan pada muktamar. “Kami sudah jauh-jauh hari mengantisipasi perang KIH dan KMP di muktamar,” ujarnya.
Namun, sebagai orang tua, Toha meminta kepada seluruh muktamirin untuk selalu mengedepankan kepentingan NU dan kedamaian. Sebab, sikap politik kiai di Kediri selalu menjadi barometer NU secara nasional. Ini lantaran banyaknya keberadaan pondok pesantren dan kiai yang berdomisili di Kediri.
Kediri sendiri pernah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Muktamar NU ke-30 pada 1999 di Pondok Pesantren Lirboyo, yang akhirnya mengusung KH Hasyim Muzadi sebagai ketua umum.
Menurut Toha, Said Aqil seperti “ditemukan” oleh Gus Dur dan secara mendadak menduduki posisi ketua umum. Meski memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, secara organisasi, Said tak pernah menempuh perjalanan struktural NU dari bawah. “Dia orang yang ditemukan Gus Dur karena pandai, tapi tak pernah punya pengalaman organisasi mulai bawah,” tutur Kiai Toha.
HARI TRI WASONO