TEMPO.CO, Bandung - Dinas Pendidikan Kota Bandung menyiapkan hukuman bagi kepala SMA, SMK, guru perwakilan, serta pejabat dinas yang pergi ke Cina sejak 29 Juli hingga 4 Agustus 2015. Alasannya, kepergian itu tanpa bekal izin dari atasan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Elih Sudiapermana mengatakan surat izin rombongan ke Cina masih menumpuk di meja kerjanya. Termasuk pejabat bawahannya yang ingin ikut. "Semuanya belum ditandatangani," ujarnya kepada Tempo, Kamis, 30 Juli 2015.
Dari informasi yang dihimpun, rombongan itu diduga berjumlah sekitar 20 orang, terdiri atas beberapa kepala SMA dan SMK negeri juga swasta, wakil, atau gurunya, serta pejabat Dinas Pendidikan Kota Bandung. Elih mengaku belum tahu persis jumlah dan siapa yang berangkat karena masih menunggu laporan bawahannya.
Dari agenda perjalanan rombongan yang diperoleh Tempo, para peserta tidak hanya menghadiri pertemuan China-Asean Vocational Education Principal Summit di Shuzou International Educatioan Park selama dua hari dan mengunjungi kampus di Jiangsu.
Rombongan juga akan rekreasi ke TV Tower, The Bund, dan Yu Garden di Shanghai. Selain itu, rombongan juga akan berpelesiran ke ke Tiger Hill yang terkenal dengan pagoda miringnya di Kota Nanjing.
Elih mengaku tidak menandatangani surat izin keberangkatan itu karena syarat yang dimintanya kepada peserta belum tuntas dipenuhi. Misalnya soal kejelasan sumber dana atau bukti program itu dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah.
Sampai kemarin atau hari keberangkatan peserta ke Cina, 29 Juli 2015, belum ada bukti yang meyakinkannya. "Ada prosedur yang dilewati, ada indisipliner," ujarnya. Dinas Pendidikan Kota Bandung menggandeng Badan Kepegawaian Daerah untuk membahas sanksi bagi para peserta tersebut.
Kalangan aktivis pendidikan mempersoalkan studi banding sekaligus rekreasi rombongan tersebut. Beberapa alasannya, kepergian kepala sekolah dinilai tidak tepat karena di masa penerimaan siswa baru dan sumber dana peserta yang buram.
"Kalau dari dana pribadi, tidak jadi masalah. Tapi kalau dari uang iuran bulanan siswa dan dana sumbangan pendidikan, itu penyimpangan, bisa terindikasi korupsi,” ujar Koordinator Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan (GMPP) Hari Santoni.
ANWAR SISWADI