TEMPO.CO, Bandung - Sejumlah pihak meragukan kesanggupan peserta rombongan kepala sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan serta wakil mereka di Bandung membayar sendiri biaya perjalanan studi banding ke Cina. Panitia acara itu meminta tiap peserta studi banding menyetor Rp 20,5 juta untuk mengikuti pelatihan sekaligus pelesiran di Shanghai, Cina, pada 29 Juli-4 Agustus 2015.
Ketua Umum Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia Cucu Saputra mengatakan kunjungan ke Cina itu dilakukan rombongan tersebut atas undangan Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Open Learning Centre untuk mengikuti workshop pengembangan kelas digital. Cucu, yang juga Kepala SMAN 1 Bandung, termasuk undangan yang tidak ikut.
Alasannya, acara tersebut tidak bersifat kedinasan yang bisa ditanggung dana APBN, APBD, atau uang kas sekolah. Selain itu, ia menilai jarak menuju lokasi acara itu terlalu jauh. “Acaranya tidak terlalu signifikan terhadap mutu sekolah di Indonesia. Juga, di masa orientasi siswa baru sekarang ini, kepala sekolah harus melakukan konsolidasi internal,” katanya kepada Tempo, Kamis, 30 Juli 2015.
Ihwal biaya, jika harus ditanggung sendiri, Cucu menyatakan tidak berminat memakai duit pribadinya untuk ikut pergi ke Cina. Adapun ihwal biaya peserta yang berangkat, ia mengatakan tidak yakin semuanya berasal dari uang pribadi. “Mestinya tidak dari uang sekolah,” ujarnya.
Wakil Kepala SMAN 21 Bidang Hubungan Masyarakat Erni Suherni mengatakan para kepala sekolah memakai dana pribadi untuk berangkat ke Cina. “Itu tanggungan kepala sekolah sendiri,” ujarnya.
Dari informasi agenda perjalanan rombongan yang diperoleh Tempo, peserta tidak hanya menghadiri pertemuan China-ASEAN Vocational Education Principal Summit di Shuzou International Education Park selama dua hari dan kampus di Jiangsu. Mereka juga akan berekreasi ke TV Tower, The Bund, dan Yu Garden di Shanghai, lalu ke Tiger Hill, yang terkenal dengan pagoda miringnya, di Kota Nanjing. Peserta dari Bandung berjumlah sekitar 20 orang, di antaranya para kepala SMA dan SMK negeri serta swasta.
Kelompok aktivis Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan dan Forum Orang Tua Siswa meragukan dana yang dipakai mereka berasal dari uang pribadi. Kelompok itu curiga mereka memakai uang kas sekolah. Menurut kelompok itu, ada peluang biaya kunjungan ke Cina itu dimasukkan ke program rencana kerja dan anggaran sekolah yang baru.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Elih Sudiapermana mengatakan belum bisa memastikan sumber pendanaan rombongan itu. “Mereka belum selesai menjelaskan, keburu berangkat,” ujarnya. Ia berjanji akan memproses ihwal undangan ke Cina itu setelah semua peserta kembali ke Bandung.
ANWAR SISWADI