TEMPO.CO, Karubaga - Kabupaten Tolikara terletak di lembah Toli. Pegunungan hijau, terjal dengan jurang-jurang yang dalam dan sempit membentengi lembah Toli. Dari udara, air sungai yang jernih berkilauan diterpa sinar matahari. Sungai ini mengalir mengitari pegunungan terjal hingga bermuara ke lembah Toli.
Dari dalam pesawat Grand Caravan yang membawa Tempo dari Bandara Sentani ke Bandara Karubaga, Tolikara, pada Senin, 20 Juli 2015, Tolikara tampak begitu terpencil di ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut. Sekitar satu jam pesawat berpenumpang 12 orang dan 2 awak (pilot dan kopilot) melayang-layang di udara, landasan pesawat pun terlihat. Landasan pesawat itu memiliki panjang 750 meter dan lebar sekitar 6 meter.
Letak landasan pacu pesawat di Tolikara termasuk pendek dan berisiko. Penyebabnya, ujung pesawat berbatasan dengan rumah missionaris Gereja Injili di Indonesia (GIDI). Adapun ujung yang satunya lagi berbatasan dengan Pasar Muara Giling Batu dan jurang yang dalam. "Sehingga landasan pacu pesawat tidak bisa diperpanjang lagi," kata Robby Tamuru, staf operasional maskapai Dimonim Air, kepada Tempo di ruang kerjanya di Karubaga, Jumat, 24 Juli 2015.
Meski pesawat ini bertubuh kecil dengan beratnya risiko yang dihadapi, tapi warga dan para pejabat Tolikara sering menggunakan transportasi udara. Mereka beralasan waktu tempuh yang cepat dan biaya yang relatif murah dibandingkan dengan naik bus lewat jalan darat untuk tujuan Jayapura, misalnya.
Sebagai gambaran, tiket pesawat Dimonim Air tujuan Jayapura-Tolikara Rp 400 ribu untuk sekali jalan. Begitu juga dengan maskapai Susi Air, berkisar Rp 450 ribu per tiket untuk tujuan Jayapura-Tolikara.
Sementara jika menggunakan jalan darat dengan mengendarai bus untuk tujuan Jayapura, penumpang lebih dulu ke Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawiya. Jarak Tolikara-Wamena sekitar 96 kilometer. Lama perjalanan sekitar tiga-empat jam. Dari Wamena, dilanjutkan dengan pesawat terbang (berbadan besar) ke Jayapura.
Untuk ongkos bus Tolikara-Wamena tergantung tempat yang dipilih penumpang. Bus di Tolikara bukan seperti bus yang ada di Pulau Jawa atau Sumatera. Medan yang berat, membuat bus-bus di Tolikara berupa mobil pikap bermesin ganda.
Nah, jika penumpang bus memilih duduk di dalam ruang tertutup, maka ia membayar
sekitar Rp 250 ribu-300 ribu per penumpang. Jika penumpang memilih duduk di luar atau di bak terbuka, harganya lebih murah berkisar Rp 100 ribu-150 ribu. Barang-barang milik penumpang diletakkan di atap mobil atau di dalam bak sehingga penumpang terpaksa berdesakan dengan barang-barang penumpang lainnya.
Tolikara menjadi perhatian pejabat-pejabat di Jakarta setelah amuk massa terjadi pada Jumat, 17 Juli 2015, bersamaan Hari Idul Fitri. Kabupaten dengan populasi sekitar 150 ribu orang itu mendadak ramai dengan tamu-tamu yang asing bagi warga setempat. Setiap hari terdengar pesawat mendarat dan berangkat dari Karubaga. "Penerbangan ekstra pun diberlakukan dan beberapa penumpang yang mestinya berangkat, terpaksa ditunda karena pesawat dipakai untuk mengangkut tamu-tamu dari Jakarta," ujar Robby.
MARIA RITA