Dominasi calon pemimpin daerah yang berakibat penundaan pilkada juga dikhawatirkan PDIP. Wakil Sekjen PDIP bidang internal yang juga menjadi tim penjaringan calon, Utut Adianto, mengatakan penundaan pemilihan di sejumlah daerah tidak bisa dihindari. “Potensi penundaan ke 2017 itu tidak terelakkan. Maksimal ada 20 daerah,” katanya.
Utut memprediksi penundaan akan terjadi pada pemilihan bupati atau wali kota. Misalnya Surabaya, Medan, Semarang, dan Manado. “Kami perlu menyikapi hal ini. Kota-kota besar ini kan juga akan menggelar pemilihan kepala daerah,” katanya. Untuk pemilihan gubernur, ia memprediksi, tak jadi masalah.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan partai dengan calon kuat menjadi pihak yang paling dirugikan akibat penundaan. “Hanya karena kompetitor yang tidak siap, partai itu harus menanggung ketidaksiapan lawan,” katanya. Munculnya calon tunggal, kata Titi, bisa jadi hanya akal-akalan lawan untuk menunda pilkada. “Dalam setahun, mereka berharap bisa membatasi elektabilitas para calon yang kuat dan membatasi ruang menuju kemenangan,” katanya.
Meski berpotensi mengalami kerugian, Utut mengatakan, partainya tidak melakukan lobi agar muncul pasangan calon dari partai lain. Menurut dia, jika memang harus ditunda, itu merupakan konsekuensi yang harus ditanggung peserta.
Partai Amanat Nasional memprediksi penundaan pilkada karena adanya calon tunggal akan terjadi di Kota Surabaya, Medan, Samarinda, Kabupaten Blitar, dan Berau. Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan aturan pemerintah yang mengamanatkan terjadinya penundaan jika hanya ada satu calon lebih banyak mudaratnya. “Supaya bisa maju, muncul kandidat boneka, untuk pura-pura bertarung. Apa ini sah?” katanya.
ANANDA TERESIA
Selanjutnya >> Daftar daerah yang terancam menunda pilkada....