TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad mengatakan perploncoan biasa terjadi saat siswa mengikuti ekstrakurikuler.
"Biasanya perploncoan itu bukan pada awal masuk sekolah, tapi tiga bulan kemudian, saat anak-anak ikut ekskul," ucap Hamid di Lebak Bulus Senin, 27 Juli 2015.
Hamid berujar, saat masuk ekskul itu, para siswa melakukan kegiatan di daerah, seperti Puncak. Saat jauh dari sekolah itulah, tindakan perploncoan dilakukan para senior kepada juniornya. "Kegiatan seperti ini yang harus diawasi pihak sekolah. Jangan jadi ajang balas dendam," tuturnya.
Hamid mengimbau kegiatan ekstrakurikuler bisa berjalan dengan lancar dan benar. Ia pun minta agar sekolah waspada terhadap kegiatan yang juga diikuti para alumnus. "Jangan dibiarkan mengarah ke hal negatif," katanya.
Hamid meminta sekolah membina semua siswanya, agar dalam kegiatan ekstrakurikuler tidak ada tindakan kekerasan fisik dan mental. "Kepala sekolah dan guru harus peka," ucapnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan meminta masyarakat melapor bila mengetahui ada praktek perploncoan dalam masa orientasi siswa (MOS). "Laporkanlah. MOS, dan ospek bukan untuk kekerasan," ujarnya.
Anis menuturkan semua pihak harus saling mengawasi kegiatan MOS. "Tidak boleh ada pembiaran oleh kepala sekolah," katanya.
MITRA TARIGAN