TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan peraturan daerah yang mengatur larangan pembangunan rumah ibadah di Tolikara tidak pernah ada. Dia menduga perda itu sebenarnya hanya surat edaran biasa yang tak memiliki legalitas dari pemerintah.
"Saya kira tidak pernah ada perda larangan di situ," ucap Kalla di kantornya, Kamis, 23 Juli 2015. "Itu hanya surat biasa saja yang kemudian disetujui."
Kalla berujar, kalaupun ada, perda itu sudah sampai ke pemerintah pusat. Namun, sampai saat ini, pemerintah tidak pernah mendapat beleid yang diinisiasi Presiden Gereka Injili di Indonesia (GIDI) tersebut.
"Perda itu prosesnya dari kabupaten ke Gubernur, kemudian disahkan oleh pemerintah pusat lewat Mendagri. Kalau tidak disahkan, ya tidak berlaku," tuturnya. "Ya buktinya kan di sana ada masjid, musala. Artinya, perda itu tak pernah ada."
Sebelumnya, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo mengatakan ada peraturan daerah yang mengatur larangan pembangunan rumah ibadah di Tolikara. Peraturan itu telah disetujui Bupati Usman Wanimbo dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tolikara. Namun perda tersebut tak pernah sampai ke pemerintah pusat.
Perda tersebut dijadikan dasar hukum bagi GIDI untuk menerbitkan surat edaran pada 11 Juli 2015. Surat edaran tersebut melarang pelaksanaan ibadah salat Idul Fitri di Tolikara dan umat Islam menggunakan jilbab. Surat ini diduga menjadi penyebab kericuhan di Tolikara saat hari raya Idul Fitri lalu.
Penyerangan yang terjadi bertepatan dengan Idul Fitri itu berawal dari protes jemaat Gidi terhadap penyelenggaraan salat id di lapangan Markas Komando Rayon Militer, Distrik Karubaga, Tolikara. Lapangan tersebut berdekatan dengan permukiman warga, kios, Masjid Baitul Muttaqin, dan gereja. Saat itu jemaat Gidi--jemaat Kristen mayoritas di Tolikara--tengah menyelenggarakan kebaktian kebangunan rohani.
Kalla mengatakan, untuk meminimalkan adanya perda ilegal seperti di Tolikara itu, dia memerintahkan Kementerian Dalam Negeri mengecek semua perda di setiap daerah. "Kalau tidak sesuai dengan NKRI, ya harus dicabut," ujarnya.
REZA ADITYA