TEMPO.CO, Yogyakarta - Tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta mendesak pihak kepolisian melakukan pengamanan dengan cara tertutup dalam mengantisipasi potensi rembetan rusuh Tolikara Papua ke daerah lain.
"Pengamanan tertutup tidak akan menimbulkan rasa cemas, tapi warga akan tetap merasa aman," ujar Wakil Forum Kerukunan Umat Beragama Gunung Kidul Pendeta Christiana Riyadi kepada Tempo, Rabu 22 Juli 2015.
Baca Juga:
Pengamanan dengan cara tak mengerahkan pasukan bersenjata secara vulgar ke sejumlah titik rawan, dinilai Riyadi relevan untuk kondisi Yogyakarta. Yang mayoritas masyarakatnya masih menjunjung sikap-sikap toleran satu kepercayaan dengan lainnya. "Pengamanan terbuka untuk Yogya malah bisa menimbulkan ketakutan dan curiga," ujar Riyadi.
FKUB Gunungkidul justru berharap paska rusuh Tolikara yang kemudian berhembus menjadi isu pertikaian agama, kondisi Yogya tak ikut dibawa pada situasi seperti dalam status gawat-darurat. "Yang cukup dijaga saat ini, jangan sampai kasus itu menjadi pemancing kejadian serupa di daerah lain atau jadi ajang balas dendam yang tak berdasar," ujarnya.
Pasca kejadian di Papua, kasus mengarah tindakan intoleran sempat mencuat di Yogyakarta, khususnya di Desa Saman, Bangunharjo, Kabupaten Bantul awal pekan ini.
Sebuah gereja kecil dengan jemaat tak lebih 50 orang di tengah perkampungan tiba-tiba coba dibakar sekelompok orang tak dikenal. Meski akhirnya berhasil dipadamkan warga sekitar gereja. Pembakaran diduga bukan akibat dampak Tolikara melainkan kasus lama yang dialami gereja itu, soal kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan.
Ketua Gerakan Pemuda Ansor Kota Yogyakarta Ambar Anto mendesak pasca rusuh di Papua, pihak intelijen, kepolisian, TNI, dan tokoh agama masyarakat duduk bersama untuk merumuskan antisipasi kasus itu ke daerah. "Termasuk merangkul elemen-organisasi masyarakat, agar meredam provokasi yang berujung kasus serupa,"ujar Ambar.
PRIBADI WICAKSONO