Menurut Said, paham Islam Nusantara berperan penting untuk menangkal gerakan wahabi dan "Arabisasi". Apalagi, menurut dia, kini mulai bermunculan sejumlah kelompok Islam radikal yang ingin mentransfer konflik di Timur Tengah ke Indonesia. "Mereka ingin menjadikan Islam sebagai konstitusi negara," kata dia. "Mereka tidak peduli Indonesia pecah, perang saudara, konflik, yang penting Islam."
Said tidak bersedia menyebutkan organisasi massa Islam yang dia maksud. Namun, menurut aktivis muda NU, Akhmad Sahal, NU sengaja mengangkat Islam Nusantara sebagai respons terhadap gerakan transnasional Islam, seperti Hizbut Tahrir Indonesia. Islam Nusantara bakal berhadapan dengan gerakan khilafah dan salafi. "Untuk melawan HTI yang antikebangsaan dan salafisme yang ingin menjadikan Arab sebagai model," kata Sahal, dua pekan lalu.
Bagi Hizbut Tahrir Indonesia, paham Islam Nusantara ala NU berpotensi menabrak konsep universalitas Islam. "Kami menegaskan bahwa Islam itu satu. Tidak ada Islam Indonesia, Islam Arab, Islam Eropa, atau manapun," kata juru bicara HTI, Ismail Yusanto. Ismail menganalogikan sikap NU yang mengusung Islam Nusantara seperti hendak menampilkan genre baru dalam dunia musik.
Akhmad Sahal menampik tudingan itu. Menurut dia, Islam Nusantara tetap mencirikan semangat ahlus sunnah wal jama'ah—golongan dengan komitmen mengikuti sunah Nabi Muhammad—yang sejak awal menjadi pondasi Nahdlatul Ulama. Namun dia menyayangkan absennya satu rumusan baku dari NU mengenai Islam Nusantara dari tinjauan falsafah hukum Islam.
Celah ini yang kemudian memicu kontroversi di kalangan komunitas muslim. "Akibatnya, bagi sebagian orang, Islam Nusantara diartikan sebagai menghambakan Islam kepada kejawen atau Jawa," ujarnya.
MAHARDIKA SATRIA HADI | FAIZ NASHRILLAH
Selanjutnya >> Paham Lama Kemasan Baru