TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah kota Surabaya menggalang dana kemanusiaan bagi korban bentrokan yang terjadi di Tolikara, Papua.
Penggalangan dana ditandai dengan pembukaan posko kemanusiaan oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, di Balai Kota Surabaya, Rabu, 22 Juli 2015. Posko menampung sumbangan masyarakat yang turut bersimpati terhadap korban, yang difokuskan penggunaannya untuk rehabilitasi kios, rumah dan tempat ibadah yang rusak.
“Kami membuka posko untuk membantu masyarakat Papua membangun kembali rumahnya, termasuk kios dan masjid,” kata Risma kepada wartawan usai acara halal bihalal di Balai Kota Surabaya, Rabu, 22 Juli 2015.
Risma mengatakan, sumbangan akan diberikan dalam bentuk uang agar warga setempat mudah memanfaatkannya sesuai prioritas. Adapun posko kemanusiaan dibuka selama sepekan. “Nanti kita lihat apakah cukup seminggu atau berapa lama,” tuturnya.
Wali Kota perempuan pertama di Kota Pahlawan itu menjelaskan, tidak ada tendensi tertentu di balik penggalangan dana kemanusiaan itu. “Pengumpulan sumbangan seperti ini sebenarnya sudah rutin kami lakukan, tidak hanya ini saja,” ujarnya.
Penggalangan dana itu, kata Risma, murni bertujuan kemanusiaan. Sebab, dampak bentrokan di Tolikara termasuk persoalan kemanusiaan. “Ini murni kemanusiaan, karena siapa yang mau mengalami masalah seperti itu,” ucapnya.
Menurut Risma, Pemerintah Kota Surabaya sudah sering membuka posko kemanusiaan. Di antaranya saat Gunung Kelud meletus tahun lalu. Bahkan saat itu, bantuan yang dikumpulkan Pemerintah Kota Surabaya adalah yang pertama tiba di lokasi. “Saya masih ingat, bantuan dari Surabaya yang datang pertama. Berangkat pukul 05.30, sampai di sana pukul 07.30. Di sana malah belum ada posko,” kisahnya.
Begitu pula saat terjadi banjir bandang di Manado, Sulawesi Utara; longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, letusan Gunung Sinabung, Sumatera Utara, hingga bencana banjir di Papua.
Selain melakukan penggalangan dana kemanusiaan, Risma pun berkordinasi dengan instansi terkait untuk mengantisipasi dampak sentimen peristiwa di Tolikara. Di antaranya menjaga tempat-tempat ibadah dari tindak anarkistis.
“Begitu dengar kabar di sana (Tolikara), saya langsung meminta Asisten I untuk berkomunikasi dengan jajaran Forpimda kota, Babinsa, Babincab, Babinkantibmas, kelurahan, dan tokoh agama,” kata Risma.
ARTIKA RACHMI FARMITA