Oleh: Mahardika Satria Hadi
mahardika@tempo.co.id
TEMPO.CO - Orang selama ini lebih mengenal Muhammadiyah sebagai organisasi yang fokus berjuang di bidang sosial. Sekolah dan rumah sakit organisasi yang akan menggelar muktamar ke-47 pada awal Agustus nanti itu tersebar di mana-mana. Belakangan kita juga kerap mendengar nama Muhammadiyah berdengung dari sebuah gedung di seberang Lapangan Monumen Nasional. Bukan dari Istana Kepresidenan, melainkan dari gedung Mahkamah Konstitusi. Sudah empat uji materi undang-undang yang mereka ajukan dikabulkan Mahkamah. Kini ada tiga uji materi Muhammadiyah yang sedang diproses.
Putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi menjadi tonggak bersejarah bagi Muhammadiyah dalam hal ini. Putusan Nomor 36/PUU-X/2012 tertanggal 13 November 2012 tersebut adalah uji materi pertama mereka yang menandai keberhasilan jalan baru perjuangan organisasi massa Islam terbesar kedua di Indonesia ini. Jalan yang mereka sebut sebagai jihad konstitusi. "Gerakan jihad konstitusi ini adalah amar makruf dan nahi mungkar," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin saat ditemui di Hotel Sahid, Rabu, 8 Juli lalu.
Dampak putusan itu mengejutkan banyak pihak. Mahkamah Konstitusi membatalkan seluruh pasal tentang kedudukan, fungsi, dan tugas Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Mahkamah menganggap keberadaan BP Migas inkonstitusional dan karenanya harus dibubarkan. Putusan ini memberikan pukulan telak bagi industri migas di Tanah Air.
Bagi Muhammadiyah, dikabulkannya permohonan uji materi atas UU Migas menjadi momen "kemenangan" perdana sejak mendeklarasikan jihad konstitusi. Lima tahun lalu, tepatnya dalam "Muktamar Satu Abad Muhammadiyah" di Yogyakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan untuk ikut mengawal Undang-Undang Dasar lewat pendekatan hukum.
Melalui jihad konstitusi, Muhammadiyah mengoreksi setiap undang-undang yang dianggap menabrak Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 33 tentang Kedaulatan Ekonomi.
Din mengatakan gagasan jihad konstitusi bermula pada 2009. Ketika itu, sekitar 20 anggota tim pakar Muhammadiyah dari berbagai bidang mengkaji realitas kehidupan kebangsaan, terutama dikaitkan dengan cita-cita nasional yang termaktub dalam pembukaan konstitusi. "Muhammadiyah menyimpulkan adanya distorsi dan deviasi dari cita-cita nasional," kata Din lagi. "Ini sangat serius dan berbahaya."
Berangkat dari temuan itu, kata Din, Muhammadiyah memutuskan terjun langsung untuk mengkritik dan mengoreksi aturan-aturan yang dianggap "keluar rel". Muktamar di Yogyakarta memantapkan gagasan tersebut dalam bentuk mandat. "Karena langkah untuk itu adalah sebuah perjuangan atau usaha besar, maka inilah jihad konstitusi," Din menuturkan.
Syaiful Bakhri, Ketua Majelis Hukum PP Muhammadiyah sekaligus ketua tim uji materi, mengatakan timnya menengarai ada 115 undang-undang yang menabrak konstitusi. Mayoritas beleid "bermasalah" itu merupakan produk legislasi pasca-reformasi. Namun mustahil menguji materi seluruhnya. Karena itu, kata Syaiful, pihaknya memilah lagi aturan yang perlu segera direvisi. "Diputuskan yang pertama adalah UU Migas," katanya.
Selanjutnya >> Tim di balik gugatan Muhammadiyah ke MK...