TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengatakan Polri yang dipimpinnya bukanlah lembaga swadaya masyarakat. "Polri ada mekanismenya. Kami bukan lembaga swadaya masyarakat. Kami ini lembaga negara yang memiliki aturan," ujar Badrodin, Rabu, 22 Juli 2015.
Penegasan Badrodin itu dikemukakan menanggapi tuntutan ribuan netizen yang menuntut pencopotan Komisaris Jenderal Budi Waseso dari jabatannya sebagai Kepala Bareskrim Mabes Polri. Tuntutan itu dilakukan dengan menandatangani petisi secara online. (Baca: Budi Waseso: Ada yang Gelap Mata Ingin Saya Diganti)
Badrodin mempersilakan setiap orang membuat petisi, yang baginya dinilai sah-sah saja. Namun, pencopotan seorang pejabat Polri tidak bisa dilakukan hanya atas dasar desakan publik, meskipun jumlahnya mencapai ribuan orang. "Itu, kan, tidak mudah. Kami memiliki aturan dalam kepangkatan dan jabatan," kata Badrodin.
Badrodin menjelaskan, pencopotan pejabat tinggi di kepolisian harus melalui mekanisme yang diatur secara ketat dalam perundang-undangan.
Ribuan netizen menandatangani petisi yang berisi seruan pencopotan Budi Waseso. Petisi disebarluaskan di laman www.change.org/copotbuwas.
Netizen sepakat menuntut Presiden Joko Widodo dan Kepala Kepolisian RI mencopot Budi Waseso karena dianggap melakukan pelemahan gerakan antikorupsi.
Petisi itu diinisiasi oleh aktivis Dahnil Anzar Simanjutak dan Ray Rangkuti. Dahnil menginisiasi petisi itu pada Rabu malam, 15 Juli 2015. Ditargetkan 5.000 orang menandatangani ajakan gerakan tersebut. (Baca: Petisi Pencopotan Kabareskrim, Budi Waseso: Ngapain Saya Pikirin)
Namun, kurang dari 24 jam setelah laman itu dibuka, sudah 3.508 orang ikut mendukung petisi. Bahkan saat diakses pada Rabu pagi, 22 Juli 2015, penandatangan petisi telah mencapai 16.311 orang. (Baca: Pemuda Muhammadiyah Desak Jokowi dan Kapolri Copot Budi Waseso)
Mengutip penjelasan dalam petisi, disebutkan bahwa tiga bulan sejak Budi Waseso dilantik sebagai Kabareskrim, gerakan antikorupsi dilemahkan. Setidaknya, 49 orang pejuang antikorupsi dilaporkan dalam berbagai kasus pidana. Empat di antaranya adalah pejabat KPK dan Komisi Yudisial.
Dalam petisi itu juga diuraikan, kriminalisasi terhadap 49 orang itu menjadi ancaman besar bagi para aktivis yang bergiat di gerakan antikorupsi. Semua persoalan ini muncul saat Budi Waseso menjadi Kabareskrim.
Selanjutnya dijelaskan dalam petisi itu, sejauh ini Budi Waseso hanya mengungkap empat kasus korupsi, dengan tidak lebih dari sepuluh orang tersangka. Belum ada satu pun dari mereka yang diproses di pengadilan. Sementara aktivis antikorupsi dan pejabat negara yang bekerja menjaga negara agar bersih dari korupsi sudah ditetapkan sebagai tersangka.
REZA ADITYA