TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Waseso menanggapi santai petisi online yang menuntut agar dia dicopot dari jabatan. "Tidak apa-apa, selow aja," kata Budi sambil tersenyum di Mabes Polri, Rabu, 22 Juli 2015.
Budi mengklaim, selama mengemban jabatan sebagai Kabareskrim, selalu menjalankan perintah undang-undang dan negara. Bila dirasa tak amanah, Budi menyerahkan keputusan pencopotannya pada Presiden Joko Widodo.
Budi berujar petisi itu dapat menjadi masukan bagi dia dalam menjalankan tugas. "Saya harus bersedia dong menerima masukan demi perbaikan," kata Budi.
Ribuan netizen menandatangani petisi seruan pencopotan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso di laman www.change.org/copotbuwas. Netizen sepakat menuntut Presiden Joko Widodo dan Kepala Kepolisian RI mencopot Budi Waseso karena dianggap melakukan pelemahan gerakan antikorupsi.
Petisi itu diinisiasi oleh aktivis Dahnil Anzar Simanjutak dan Ray Rangkuti. Dahnil menginisiasi petisi itu pada Rabu malam, 15 Juli 2015. Mereka menargetkan 5.000 orang menandatangani ajakan gerakan tersebut. Kurang dari 24 jam, sebanyak 3.508 orang ikut mendukung petisi.
Mengutip penjelasan dalam petisi, disebutkan bahwa tiga bulan sejak Budi Waseso dilantik sebagai Kabareskrim, gerakan antikorupsi dilemahkan. Setidaknya ada 49 orang pejuang antikorupsi dilaporkan dalam berbagai kasus pidana. Empat di antaranya adalah pejabat KPK dan Komisi Yudisial.
Kriminalisasi terhadap 49 orang itu, masih sesuai petisi, menjadi ancaman besar bagi para aktivis yang bergiat di gerakan antikorupsi. Semua persoalan ini muncul saat Budi Waseso jadi Kabareskrim.
Sejauh ini Budi Waseso hanya mengungkap empat kasus korupsi, dengan tidak lebih dari sepuluh orang tersangka. Belum ada satu pun dari mereka yang diproses di pengadilan. Sementara aktivis antikorupsi dan pejabat negara yang bekerja menjaga negara agar bersih dari korupsi sudah ditetapkan sebagai tersangka.
MOYANG KASIH DEWI MERDEKA